Jumat, 28 Oktober 2016

Luka

Tak Kasat Mata Bukan Berarti Tak Ada Luka


Aku pernah terluka. Kamu pernah terluka. Dia pernah terluka. Lalu, kau tahu sebenarnya apa itu luka? Apakah semua luka dapat dilihat oleh mata? Apakah semua yang terasa perih adalah luka? Entahlah kawan, aku 'pun masih mencari jawab pasti dari semua ini. Tentang luka yang entah mengapa dan bagaimana bisa terjadi, terutama luka yang ada di dalam hati.

Aku pernah terluka oleh dia, ya dia yang dulunya aku anggap pantas namun sekarang hilang, lenyap tak berbekas. Aku bahkan pernah sangat terluka hingga... ah~ aku tak sanggup mengungkapnya dengan kata, menggigil tanganku saat mengingatnya. Tentang luka yang tak bisa diucap kata, mungkin hanya bisa dibicarakan dengan DIA.

Orang yang terluka hatinya kerap kali tak bisa diam ketika berkumpul bersama. Semua terjadi karena ramai diluar sana tapi sepi di dalam hati. Ia mungkin sering menunjukan senyum, canda, dan tawa terhadap hal-hal kecil tak berguna, tapi sesungguhnya dibalik senyum palsu itu, ia menangis dengan kerasnya di dalam sana. Ramai di dalam sepi, namun sepi di dalam keramaian.

Bukan berarti setiap luka itu kasat mata, bukan berarti seorang yang terluka selalu berlinang air mata, terkadang seseorang lebih memilih berdiam panjang. Bukan karena mereka lemah, bukan karena mereka lari, tapi mereka sadar diri bahwa mengeluh tak bisa merubah suatu keadaan apapun untuk keadaan dan kondisi saat ini. Apalagi ketika kau sudah berusaha dengan sepenuh hati dan segala cara tapi tetap tak dihargai. Terutama tentang mengubah dan membuat mengerti hati seseorang yang telah lama mati. PERCUMA~

Apa yang aku rasakan dan apa yang aku alami tidak semua orang tahu dan mengerti, sebab itulah kalapun kamu tidak melihat luka bukan berarti tak ada sakit yang dirasa. Setidaknya cukup hargai apa yang aku alami. Cukuplah menunggu untuk aku mampu berdiri kembali. Bukan mencari jalan pintas penyelesaian dengan begitu cepatnya menghilang pergi. Itu adalah pelarian diri, perbuatan pengecut yang hina sekali. Kau hanya berlari karena kau sendiri tak mau terluka, hei pecundang cinta?

Aku tak butuh janji, aku tak butuh hal baik darimu kini, karena aku memang tak pernah membutuhkannya. Tak perlu kau ucap cinta, tak perlu kau ucap dusta penenang jiwa, kalau kau tak pernah mau mengerti rasaku ini pernah ada. Yang kuminta bahwa kau selalu ada ketika aku ingin bersama. Tapi kau dan fakta beri jawaban yang berbeda. Cukuplah sudah sakit yang kurasa karena pernah aku berharap penuh padamu bukan pada-Nya, sehingga membuat Ia cemburu lalu memisah kita. Semua mungkin salahku karena terlalu mengharap dan perasa.

Ada hal-hal yang tidak bisa kuceritakan pada mereka kecuali sang pencipta. Tentang perkara isi hati yang pernah merasa lara. Karena tidak semua yang aku rasa harus terucap kata, kadang kala akupun hanya ingin berbagi pada-Nya saja. Jadi kumohon jangan lagi kau paksa aku untuk cerita perasaan yang entah kini siapa pemiliknya. Akupun tak tahu siapa karena memang perasaan cinta ini tak bertuan yang menghadirkan rindu begitu saja. Semoga cepat Allah pertemukan aku dengan dia yang tak pandai  sepertimu untuk merusak selalu harap, bukan lagi hanya untuk sekedar hinggap, tapi terus menetap hingga akhir hayat~

Jumat, 21 Oktober 2016

Hujan dan Rindu

Ini Bukan Hujan, Ini Adalah Rindu.


Lagi, dari sudut jendela ruang ini kulihat butir demi butir air hujan menjatuhkan diri ke bumi. Seakan tak pernah letih mereka untuk kembali meski tahu bahwa jatuh itu sakit, namun tak jua jera mereka lakukan itu berkali-kali. Kutanyakan pada diri mampukah aku sekuat mereka di dalam hati. Untuk terus bertahan dari rasa rindu yang menghujam rasa membentuk pedih ini.

Kau yang pernah berjanji untuk selalu menemani dalam hari tak tertepati, tahukah kau telah membunuhku dalam sendiri? Kau hempaskan aku dalam retaknya hati yang membuatku tak lagi mampu meneteskan air mata pada dalamnya rindu jingga dikala senja. Bahkan pelangi warna dalam senja itu tak pernah akan mampu melukiskan perih yang kau ukirkan pada duka hatiku.

Kau hancurkan mimpi dan rencana indah masa depanku ketika kau memutuskan untuk pergi. Hancur, hancur sejadi-jadinya kau patahkan sayapku ini hingga tak mungkin bisa untuk terbang tinggi lagi. Beritahu aku bagaimana caraku untuk mendapatkan bintang pengganti bila terbang saja aku tak lagi mampu kini? Apa aku harus tetap bertahan dan terjaga pada satu mimpi dengan sayap yang patah ini?

Aku masih mencoba untuk terus terjaga dari mimpi yang membuatku tak tersadar bahwa kini kau bukan milikku lagi. Walau hati takkan pernah mampu untuk melupakanmu tapi tiap tetes air mataku selalu menguatkan rasa rinduku. Satu alasanku tak bisa berpaling dari hatiku karena terlalu dalam dan terlalu indah cinta dan angan yang pernah kubangun bersamamu. Mungkin hati ini belum mau untuk mengubur semua asa itu.

Dari apa yang aku alami dan aku rasakan, aku mendapatkan satu kesimpulan. Bahwa apa yang jatuh dari langit itu bukanlah hujan, melainkan rindu. Bahkan rindu itu terkadang mampu menarik keluar jatuhnya hujan yang lain dari mata dan hatiku. Harusnya kamu sudah lama pergi bersama kenangan, tapi nyatanya kamu abadi dalam ingatan setiap kali aku menyapa pada hujan yang datang. Bagiku tak pernah ada yang namanya hujan, melainkan butiran rindu akan kenangan yang jatuh perlahan secara bersamaan.

Selasa, 11 Oktober 2016

Dua Sisi

Sisi yang Belum Kau Ketahui


Kau tahu manusia mempunyai dua sisi seperti dua sisi dalam uang logam? Ya, ada sisi asli dan ada sisi yang tersembunyi dengan rapi. Apa yang kau tunjukan pada orang lain diluar sana belum tentu seperti yang ada dalam hati nurani. Begitulah manusia, memakai topeng menutup aib dan dosa demi keamanan dan kepentingan dirinya sendiri.

Dalam keseharian apa saja yang kita lihat dan lakukan tidaklah selalu mendapat kembali balasan setimpal atas apa yang kau harapkan. Perlahan tapi pasti hati ini membusuk perlahan pada iri dan dengki pada hasil gemilang oarang lain, pada kebencian. Tak terpungkiri akupun pernah menjatuhkan diri dalam kegelapan, membenci untuk menumbuhkan kekuatan balas dendam, sampai menutup mata, bahkan menolak untuk berjalan kembali menuju cahaya. Dulu, dulu sekali sebelum aku jatuh terbentur kebenaran.

Dibalik senyum orang yang tersakiti terdapat hati yang sebenarnya hancur pasti. Lagi, topeng dipakai untuk menutup luka supaya terasa lega. Tapi detik selanjutnya ia akan tersadar bahwa senyum palsu itu sungguh tidak melegakan. Hingga akhirnya keluh kesah pun keluar menuju air mata saat sendiri di sudut ruang ini. Sisi yang tersembunyi takkan selamanya berdiam diri, ia akan keluar disaat yang tidak terduga, disaat emosi memenuhi ruang diri. Sebab itulah kedewasaan seseorang diukur dari kehebatannya dalam mengendalikan emosinya sendiri. Percuma berumur ratusan tahun jika masih kalah dengan egonya sendiri.

Memusnahkan sisi lain dari diri kita sendiri memanglah mustahil, tapi sisi yang tidak diinginkan bisa kita tekan untuk kehadiranya terminimalisasi. Berawal dari mengakui kekurangan dalam diri, belajar untuk mau menerima kekurangan yang ada, lalu berusaha untuk mengendalikannya. Seorang yang kuat adalah orang yang mengakui kelemahannya namun melihatnya sebagai peluang untuk menunjang kelebihan. Pedang yang sangat tajam pun memiliki gagang yang sangat tumpul untuk digenggam bukan?

Terimalah ia sisi lain dalam dirimu walaupun ia buruk. Berteman baiklah dengannya agar kau bisa menerimanya. Jika kau bisa mengerti tentangnya dan membuat ia mengerti tentang dirimu pula maka kau akan menjadi sempurna. Karena sesungguhnyna kalian adalah satu, dua sisi yang berlainan namun ada dalam satu wujud jasad yang sama.

Selasa, 04 Oktober 2016

Rahasia

Kamu yang Masih jadi Rahasia


Untukmu, yang namanya masih Allah rahasiakan dalam hidupku, apa kabar dengan imanmu? Sudahkah kau bersyukur pagi ini? Sudahkah air wudhu selalu menyegarkanmu dalam lima waktu? Sudahkah semangatmu berbisik pada waktu sepertiga malam dan dhuhamu?

Wahai engkau yang namanya terukir dengan sangat indah dalam Lauhul Mahfuz, calon pendamping hidup dan Ibu dari anak-anakku nanti, dalam perjalanmu untuk aku temukan, apa yang sedang engkau lakukan disana?

Aku percaya kamu sedang memantaskan diri, sedang berjihad mengkaji ilmu dunia terutama akhirat, yang kelak akan kau sampaikan pada anak-anak kecil kita. Karena aku tahu kamu tahu bahwa sesungguhnya wanita adalah ibu dan madrasah pertama yang paling utama diserap ilmunya oleh anak kita kelak sampai ke telaga surga yang abadi disana. Aku percaya Al-Qur'an s'lalu kau nyanyikan syahdu terucap dari lisan bibirmu, dzikir selalu menuntunmu dalam gelap sampai aku menemukanmu. Aku percaya saat ini pandanganmu tertunduk terjaga, hatimu tahan melawan hawa nafsu dunia, tempatmu penuh duri untuk menunggu aku temukan di batas waktu senja. Bertahanlah, di belahan bumi manapun kau berada, tetaplah dalam penjagaan-Nya, tetaplah bersemayan dalam peluk-Nya, agar kelak keluarga islami Qur'ani bisa kita bangun bersama karena telah mengharap ridho-Nya.


Bantu aku dengan do'amu ya kini, karena disini 'pun aku sedang belajar untuk menjaga diri, menjaga pandangan dan tentunya hati ini, agar kelak dapat bersemi seutuhnya hanya saat bersamamu nanti. Bawalah pula aku dalam do'a dan mimpi indahmu hingga saatnya kita bertemu dalam ikatan suci, bersatu saling mengisi, bersama saling menyempurnakan separuh agama kita.

Siapapun engkau yang telah Allah simpan baik-baik untukku, bersabarlah sebentar lagi untuk aku temukan, aku tahu kau pasti lelah menunggu, tapi tenanglah rindumu, rinduku, dan rindu kita akan terbayar saat nanti secepatnya kita bertemu lalu bersatu di batas waktu itu~

\-/

Edit dari cerita sahabat instagram saya, Priyanti.