Kamis, 24 November 2016

Setelah Kau Pergi

Yo gaes, hari ini saya buat tulisan dari sahabat saya yang sebenernya gagah dan gentle, cuma beliau ini suka menulis kutipan-kutipan melankolis di instagramnya. Bukan karena dia lemah ya, cuma menunjukan betapa ia sangat menghargai wanita serta memberi tahu kita betapa susahnya menjaga perasaan dan sakitnya ditinggalkan. Ok, silahkan baca saja kutipan beliau yang sudah saya edit menjadi sebuah artikel tulisan. hehehe


Setelah Kau Pergi, Namamu Masih Disini.


Ku kira setelah kepergianmu, aku langsung bisa melupakanmu. Namun, nyatanya masih terselip berjuta rindu. Setelah kisah ini kau sudahkan, tak mudah bagiku begitu saja melupakan dan menulis langkah baru pada lembaran. Apalagi kebiasaan dan kenangan yang sudah lama telah mengakar kuat tertanam yang terkadang menghambat kaki untuk berjalan ke depan.

Pengabaianku pada rengekanmu sore itu adalah sebuah kejahatan yang sangat menyakitkan. Aku bahkan lebih mendewakan benci dibanding cintaku untuk kamu yang tersayang. Lebih memilih diri jatuh ke dalam api bara tanpa melihat bahwa yang akan dihancurkan adalah hal seharga kristal permata nan rapuh bagaikan kaca. Maaf aku t'lah kacaukan semua~

Hingga datang pada sadarku, ternyata engkau 'lah sejatinya pusat bahagiaku. Aku ingin kembali padamu lagi, tapi aku tak tahu kemana harus mencari. Sedangkan rinduku disini makin menjadi-jadi. Sesal 'pun kini sudah tiada berarti karena salahku terlanjur sudah membuat kau menjauh pergi. Sakit dan lara pun dirasa percuma ada, karena ini bukanlah hal yang terjadi secara disengaja. Kini kau pun pergi tak lagi mungkin kembali.

Ya Tuhan, aku telah melakukan pembunuhan pada orang yang ku sayangi. Lalu kerinduan dan hujan pun datang seolah berkonspirasi, menertawai aku yang meratapi kepergian cinta yang telah ku buat mati. Tentang hati yang pernah kukejar sampai habis napas ini untuk tak pernah menyerah meski harus jatuh bangun berkali-kali. Aku sudah tak tahu harus berbuat apalagi.

Aku merasa bersalah pada diriku sendiri, membohongi hati hanya untuk membalas sakit hati. Ah, makhluk kejam jenis apa aku ini yang dengan keegoisannya telah memberikan luka  hingga perasaan mati. Perihal perjuangan yang kau patahkan, kini kuanggap sebagai takdir Tuhan yang tak terbantahkan. Sebab aku tak mampu untuk terus melawan, meski takdir itu bukan yang aku harapkan.

Teruntuk kamu yang tersakiti, ku katakan ini dari hati. Bahwa sampai kini, hanya namamu yang masih terpatri rapi di dalam nadi~

\_/

Saya ambil dari kutipan sabahat instagram saya, Yovan Restu.

Kamis, 17 November 2016

Hujan

Bisik Cinta Diantara Rintikan Hujan


Sore ini, kembali aku mengabadikan momen pada kamera telepon genggamku. Kegiatan yang sebenarnya telah sedari dulu sudah kulakoni, kini aku kembali setelah sekian lama terhenti karena sibuk pada skripsi. Ya, aku cinta pada potografi. Aku cinta pada segala hal tentang seni, kecuali tari. Sampai sekarang aku masih tak pernah mengerti maksud dari setiap gerakan dan arti.

Aku lupa bagaimana aku bisa kembali ceria. Aku lupa akan luka yang kemarin sempat membelenggu senyumku pada muka. Bahkan aku lupa bahwa ada seseorang disampingku yang ingin aku tetap bisa tertawa dengan setia. Mereka adalah kawan, sahabat, dan keluargaku yang paling berharga. Padahal kau dan hujan dalam masa laluku selalu saja membuat aku diam tak bahagia.

Langit hari ini mungkin tak secerah hari kemarin. Tanpa terasa hujan pun ikut turun bersama datangnya awan kelabu. Tak perlu diungkap, kala hujan itu turun udara pun berganti dingin. Ya dingin, namun hangat di perasaan. Semua orang lalu berteduh, aku 'pun turut melakukannya. Apakah kau yang disana juga sedang kehujanan sekarang? Kuharap kau baik-baik saja, karena aku pun akan baik-baik saja disini berteman dengan hujan dan berteduh bersama Para sebagai kawan.


Hujan~

Hujan selalu saja menghadirkan kenangan dan bayangan masa lalu? Hujan adalah butir-butir cinta yang tertinggal pengantar rindu? Bagi mereka dan bagiku yang dulu mungkin memang begitu. Tidak, bagiku memang seperti itu, tapi dulu. Ya, dulu sekali sebelum aku mendekat lagi kepada Allah Tuhanku dan mengenalmu. Sekarang semua menjadi berbeda, berubah begitu saja. Tapi sungguh dalam butir-butir air yang hadir dan jatuh di tengah hujan aku merasakan desir kesejukan.

Semua kini berbeda, dalam seminar proposal Erika tentang sistem analisa deteksi hujan hari ini, defini dan padangan tentang hujanku pun berubah. Semua menjadi semakin ilmiah. Ya, begitu saja aku tersadar bahwa hujan adalah air yang turun berdasar intensitas yang jatuh pada permukaan tanah pada sekala tertentu dalam jumlah. Bukanlah tentang kenangan atau rindu yang jatuh perlahan karena lama tak tercurah.

Sore ini hujan turun lagi. Mereka pernah bertanya apa aku membenci hujan ini? Bukan berarti aku membencinya karena aku tak pernah suka dan mengeluh saja pada hujan itu yang memang sering terjadi. Dingin di kulit, panas di perasaan. Tapi aku mengenalmu melalui hujan. Memulai percakapan denganmu dengan tema hujan pula. Beradu rasa karena hujan tiba. Darisana rasa nyaman pun lalu tercipta, karena kita sama pernah merasakan luka dan sekarang sedang berhijrah untuk menjemput takdir dan janji-Nya. Dan darisana pula mungkin cinta tercipta, antara aku dan dia.

Cinta~

Meski kau telah terlahir, namun saat ini aku belum bisa untuk membagi kepada yang ada dihati. Karena aku tahu inilah cinta yang Allah uji sampai waktu yang tepat nanti. Kemudian kuniatkan perubahan demi perubahan untuk memantaskan diri kepadamu yang masih menanti. Ku ikhlaskan kau ada di dalam setiap bisik do'aku, di setiap sujud panjangku, di setiap detik hariku, sebagai bukti cinta tulusku. Meski cinta yang lahir takkan pernah salah, namun ada kalanya kita memaknai dan mempergunakan cinta dengan benar adanya. Sampai nanti Allah dan wali kita meridhoi dua hati yang saling berharap ini. Untuk kelak dipertemukan di waktu yang tepat sebagai belahan jiwa dan pelengkap separuh agama, sebagai pelepas dahaga dari setiap terciptanya rindu di dalam kalbu.

Rindu~

Ketika dua hati saling berharap namun kondisi dan waktu yang ada belumlah tepat, maka diamlah yang menjadi jawab. Meski hati rindu dan berharap untuk selalu bertemu, namun ada kalanya kita harus saling tertunduk dan malu. Memendam semua rasa yang belum tepat waktu. Aku pun tahu rasamu dan rasaku sama besar untuk bersatu, namun kita belum siap untuk pertemuan itu. Meski tempatmu menunggu dingin dan penuh duri sedang jalanku menemukanmu terjal penuh rintangan, mari kita saling mendo'akan dan bersabar, karena saling menanti dalam ketaatan akan berbalas dengan akhir indah pada masa yang dijanjikan-Nya.


Kau tahu? Entah sejak kapan aku menyukai hujan. Awalnya ia hanyalah hal menyakitkan karena setiap ia datang aku pun kembali mengingat akan kenangan. Kenangan tentang ia dan masa laluku yang seharusnya sudah lama aku tinggalkan dan lupakan. Namun tetap saja, tak seperti senja yang hanya sesaat indah dan sakitnya, hujan selalu saja membawa aku kembali jatuh kedalam kolam luka.

Namun semua kini tak lagi sama. Mungkin mengenalmu adalah haluan dalam hidupku dari-Nya untuk kembali hidup pada cinta yang baru. Karenanya setiap hujan datang aku selalu berdo'a untuk temu satu kita di dalam rindu yang membisu. Diantaranya aku menyelipkan do'a terindah untukmu yang masih menjadi rahasiaku. Kelak ketika rahasia itu telah terungkap, dimana raga dan batinku telah siap, dan kepadamu aku akan datang, hinggap, lalu menetap. Maka pertemuan itu akan menjadi pertemun terindah kita, walau kau dan aku hanya akan tersipu malu karenanya.

Hujan akan menjadi saksi, siapa nama di dalam do'a yang selalu disebut oleh hati. Dan biarlah hujan menjadi saksi, kemana takdir akan membawa pergi. Hujan akan tetap menjadi saksi, bahwa cinta yang telah direstui nanti akan selalu bersemi~

#RakaNdika

Selasa, 08 November 2016

Awan Putih


Awan putih itu kembali menghiasi langit biru. Awan putih itu kembali mengiringi hilangnya gelap fajar hari itu. Awan putih itu kembali datang menyongsong hingga pada jingganya senja. Awan putih itu menjadi saksi pada rindu yang diam membisu dalam jalan sebuah cerita anak manusia.

Jauhnya jarak yang membentang. terdapat hati yang diam-diam hadir merindukan, memilukan hati yang penuh resonansi. Jauhnya jarak yang meliuk tajam, terdapat jiwa yang penuh harap tumpuan pada impian-ipmpian yang belum terwujudkan. Jauhnya jarak yang melingkar bundar, terdapat mata yang berkunang dengan penuh garis hitam lelah terus berjaga karena menekuni kesibukan. Jarak yang ada membuatku semakin kuat namun mudah pula dalam merindukan.

Namun semua itu takkan terasa bila hatiku kau letakkan tepat pada pemilik aslinya. Ya, kau tempatkan dulu hanya pada-Nya, sebelum aku dan kamu nanti betemu. Bertemu dalam suasana indah pada ucapan sumpah sehidup semati di depan para saksi dalam keadaan haru. Percayalah akan datang dimana kita akan bersama pada waktu itu, di waktu yang telah dituliskan dan dijanjikan untuk kita menjadi satu.

Jika kau mampu untuk bersabar, maka jauh yang kau rasa pun akan terasa dekat di depan raga. Bila datang gemerlap kerusuhan yang hinggap pada hati yang gelap, yakinlah dan tetap bertahan. Bila tumbang mulai melanda pada jiwa dalam sesak, yakin dan tetaplah bertahan. Karena jika belum ada bahuku untuk kau bersandar masih ada lantai untuk bersujud kepada-Nya yang bisa kau andalkan.

Awan putihku yang kulihat bersamamu dalam mimpiku, yang kita lihat jauh di langit siang. Kau buat aku semakin maju untuk wujudkan bahagia dalam ingatan bukan kenangan, akan rencana mimpi indah hari tua bersamamu di masa depan. Mengembalikan semangat dalam diri yang mudah hilang karena sudah terlalu lama sendirian.

Padamu yang nanti menjadi kekasih halalku, tetaplah istiqomah dalam bersabar dan memperbaiki diri. Aku pun melakukan hal yang sama, menerjang badai untuk belajar menjadi awak kapal yang tangguh agar dapat kau andalkan sebagai teman berlayar dan nanti berlabuh. Bila gundah melanda menyerua sekat dalam detak, lihatlah ke atas sana, awan putih akan senantiasa menjadi mata dari saksi cerita kita nantinya.

Rabu, 02 November 2016

Kangen

Kangen Konco Amikom Yogyakarta

(Special Boso Jowo)


Tonggo sebelah kosan lagi enek seng duwe kondangan, reti ra lagu-lagu seng disetele opo wae? Rak bakal ketebak yen koe dudu cah gaul masa kini karo cedak karo wong tuwomu ndes. yoi, NDX aka seng lagi booming soko tahun 2014 kae hlo lagu-lagu e seng diputer. Tiwas kuwi aku dadi kelingan mongsone dewe iseh do cerak ngumpul online bareng gojekan ra jelas in game.

Konco-koncoku Alpan, Bayu, Ken, Rosi, Yogi, Edha, Tomi, Tomo, Santo, lan Oyan ... piye kabarmu neng kono cah? Aku kangen gojekan e dewe yen lagi kumpul in game po meneh pas lagi nyanyi bareng neng kope kopi kati dikon maju isi band neng ngarepan nembang lagu-lagu cinta jaman alay perjuangan. Kapan iso kumpul karo gojekan koyo ngunu meneh cah? Tenane aku kangen... .


Aku kangen marang guyonan jones e Alpan, guyon ngenes e Bayu, sindiran rak jelas e Ken seng sok"an, Edha seng rak jelas karepe, Yogi seng homo, Tomo seng galau, Tomi karo mbak peel e, rupo bingung e Rosi lan liyone wkwkwk aku kangen tenan marang kowe podo utawa dewe rak sak-kontrakan lan kenal mung soko game online nging aku ngrasa dewe wes kenal cedak lan lawas bebas wae meh ngomong opo koyo sedulur keluorgo.


Aku paham kondisi saat ini lagi rak iso kanggo temu e dewe mergo lagi ono keperluan lan kesibukan e dewe-dewe. Po meneh saiki wes do rak sak-kontrakan bareng pisah mergo lulus e do rak bareng ugo. Nging aku tetep pengen yen ono wektu dewe balik ketemu kanggo ngenang masa lalu. Masa perjuangan guyon koyo wong edan kati larut malam diusir soko kape neng satpam digusah koyo ayam. hahaha KOPLAK tenan seng iki cah~

Wes kuwi wae curhatan kuntetku kanggo ngluapake perasaan kangenku marang konco seng saiki wes rodo angel anggone ketemu. Mugo koe podo sehat waras jaya selalu. Meski dewe rak sedarah nging dewe tetep keluorgo, ketoro soko coro e dewe seng gampang banget akrab guyon nyelitke ati nging rak tau gowo perasaan karo sambat. Tenan kroso nyamane pas kumpul rak nutupi opo-opo, mugo iso kumpul meneh sesuk bar e bo-dh-o. amin~

Selasa, 01 November 2016

Jatuh

Jatuh dalam Beranjak


Semenjak aku beranjak dan mengenal jarak, aku perlahan mengenal detak. Bunyinya yang sepi takut untuk terungkap, dan malu menyebutnya sebagai sesak. Penghalang bukan lagi sekat, melainkan ruang agar kita mudah untuk bergerak. Ya~ jarak ini ada untuk melepas semua ikatan kita yang seharusnya sudah lama binasa.

Jika bukan karena sengal nafas yang semakin lelah menderu, entah selama apa aku menahan rindu dalam kalbu. Padahal air mata pernah jatuh, tak tertahan menggelantung terjun pada kedalaman tebing pipimu. Meluncur bebas sampai ke pinggiran bibir, lalu dengan basah dan terbata, aku kembali menyebut namamu lagi dalam jarak dan ragu. Padahal saat itu aku yang lebih siap untuk berpisah denganmu.


Dalam tubuh kurusku yang rentan, aku pernah mengalami gempa dalam bayang hampa. Patahannya sempat terukir bersama rumit sungai arteri disamping nadi, menembus katup dan mencampur aduk sirkulasi perasaan yang tak sempat menyebut sebuah nama. Membekaskan sebuah luka, luka biasa dan yang tak kasat mata. Luka yang bisa disembuhkan oleh dokter mana saja, dan luka yang hanya bisa disembuhkan oleh waktu saja. Keduanya pernah hadir bersama.

Bila jemari tak beruas, tak mungkin aku ingin menemui untuk saling mengenggam denganmu. Sebab tangan tak tercipta sekedar hampa, dia ada untuk kita saling menggenggam menyatukan rasa. Namun ketika jarak telah melahirkan nama, beranjak adalah melahirkan rindu dan cinta, tak ada lagi yang bisa aku sabarkan pada debar kecuali kamu yang tegar menunggu rindu satu saling temu.

Mungkinlah dulu itu adalah keinginan temu yang sudah tak bisa lagi dihalang ragu. Seketika saja dada bergemuruh tak peduli pada jeda. Seketika darah menyerah mengalir dalam liuk, yang tak pernah mengerti tentang kita, kemana ia berujung menemui denyut muaranya. Ah~ andai saja temu tak perlu harus berujung pisah yang pilu, aku cukup saja menjadi darah dalam tubuhmu. Hanya sebatas menjadi darah yang dapat memperhatikanmu tanpa pernah peduli kapan kau merasakanku. Aku adalah darahmu, dan kau adalah aku yang menjelma menjadi rindu.


Selama ini aku adalah jarak dalam hembus napasmu. Mengudara menemui lentera jingga, menyalakan bianglala yang hendak bersua, di penghujung langit, di matahari yang tertelan bulan, di tempat ajal menjelma sinyal kepada mata yang tak pernah siap melepas pengeja senja di akhir waktunya.

Semenjak aku beranjak, aku perlahan mengerti arah gelisah menuntun langkah. Aku menjejak diantara gelap rongga dermaga yang hampa. Semenjak aku beranjak, aku pun semakin kuat untuk berjalan diatas kenyataan bahwa hidup tak pernah lepas dari pisah. Kau adalah detak, kepergianmu adalah kehilangan detak. Dan nisan, adalah tempat semayamku menunggumu kelak.