Kamis, 22 September 2016

Dilema

Pertentangan Nurani dan Logika


Ketika malam semakin kelam, ditengah langit yang sedari lama menghitam, di satu sudut ruang gelap mencekam, terjadi pertengan antara otak dan hati. Kepada logika diri berkata bahwa dia takkan pernah kembali. Kepada nurani diri berbisik bahwa dia masih layak untuk terus dinanti. Sekali lagi pertempuran badar dalam diri selalu saja berkecamuk tanpa henti, sedang cinta untuknya selalu ada dalam diam menjadi sebuah dilema.

Inilah hatiku yang kadang sekuat baja, kadang serapuh kaca. Kadang ingin setegar karang di lautan, kadang selemah rating di pepohonan. Kadang ingin setenang air di tengah danau, kadang seperti air di tengah dedaunan. Kadang ingin sehening malam, kadang bising seperti di tengah siang. Inilah hatiku yang kadang bertekad untuk tetap bertahan dan terus berjuang, walau harus kuhadapi berbagai rintangan. Meski nyatanya, ketika keadaan tak seperti yang kubayangkan, hatiku kembali merapuh bagai dihantam badai dan nampak tak lagi sekuat batu yang ditejang ombak besar.

Inilah hatiku yang terkadang kali muncul keinginan untuk melangkah ke depan dengan sempat pula bertekad untuk melupakan, namun nyatanya selalu gagal. Ketika muncul rindu di tengah yang menghadang, saat bayangnya seringkali melintas dalam ingatan. Aku kembali mencari tau tentang dia dan keadaannya yang memang sulit terlepas dari kebiasaan. Dan nyatanya aku tak beranjak melangkah dari titik awal dan tetap diam berputar.

Inilah hatiku yang mudah merasa bahagia, mudah pula merasa terluka, dan kadangkala keduanya datang bersama. Disanalah semua berawal rasa saling beradu. Ada rindu, ada pula cemburu. Ada sayang, ada pula dendam. Ada cinta, ada pula luka. Ada impian, ada pula kenangan. Pertentangan yang selalu terjadi antara nurani dan logika yang menghasilkan sebuah dilema.

Adakah hal lain yang patut diperjuangkan selain isi perasaan?

IG : @kupanahatimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar