Sisa dari Butiran Rasa
Masih kuingat dengan jelas saat-saat dimana desir angin pernah berhembus merayap menyikap hijab cantikmu malam itu. Di suatu tempat di kota dimana pertama kali kita bertemu, pernah bersatu. Tapi dalam sekejap semua itu lenyap. Hilang ditelan lamunan yang terpecah oleh hujan yang memang sedari tadi kutatap.
Ya, aku sedang disana, di tempat pertama kali kita berjumpa. Meneduh pada kenangan kita di tengah turun hujan sembari menikmati senja.
Gelegar hati akan sakitnya kecewa masih dalam aku rasa, getir di dalam hati dan muka bibir untuk melihat kembali cerita. Tapi, entah sejak kapan aku mulai jatuh cinta pada rasa sakit yang memeluk lekuk jiwa tanpa jeda. Bahkan bias senja pada hujan yang menemani pelangi saat ini, tak mampu lagi memecahnya pula. Mungkin aku seorang masokis, kurasa.
Lama aku berdiam disana berteman hujan sedari gerimis lalu deras sampai henti, hingga langit pun menutup tirai terangnya. Berganti dari matahari yang pergi, ke para bintang kecil yang bercahaya terang-redup bagai sedang menari. Dari sana aku percaya bahwa biar waktu silih berganti, dan luka lara selalu terjadi, tetap ada sisa keindahan dalam kenangan yang dapat dinikmati.
Kau tahu apa yang aku tunggu disitu? Hadirmu kembali yang dengan ajaibnya mungkin terjadi. Karena mungkin saat itu jika kau terbangun dari tidurmu dan merindukanku, lalu kau mencari di belahan bumi mana berada aku, kau akan pergi ke tempat itu. Jika benar saja kau berubah pikiran, dan tentang aku lalu kita terpikirkan, kau akan menemukanku di tempat ini, di pojokan taman.
Orang yang lalu lalang banyak yang menatapku nanar, karena mataku kosong sayu tak bersinar. Beberapa bahkan memberiku uang. Aku tak sepatah itu sampai harus diberi belas kasihan, aku hanya seorang broken-hearted man. Aku tahu hal itu terlalu menyedihkan untukku. Tapi apa yang bisa aku lakukan untuk berpindah darimu? Sedang aku masih menjatuhkan cinta dan hatiku padamu.
Tentang sisa dari rasa yang pernah ada, aku yang saat ini mungkin belum bisa untuk beranjak dan berpindah pergi. Hingga pada akhirnya aku padamu terus menanti dan mencari. Bila suatu saat nanti kau temukan selain aku sebagai penganti, tolong ajari aku cara bagaimana untuk tahu diri. Tapi jika takdir berbicara lain untuk menyatukan kita kembali, datanglah kemari di tempat dimana aku akan selalu menunggu dan menanti.
~
Terima kasih kepada saudara Alam Lukman, teman dari curhat.com yang sudah memberi ide dari kutipan dan gambarnya yang luar biasa menginspirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar