Senin, 26 September 2016

Jarak

Jarak 2 Hati


Kau tahu mengapa orang yang saling marah berbicara dengan nada suara yang tinggi keras? Itu karena jarak antara hati mereka sedang menjauh hingga kata yang diucap sulit untuk sampai, maka harus keras dan tinggi untuk mampu menggapai dan mencapainya. Bilamana hati mereka dekat, kalimat selirih desir angin pun akan terdengar jelas dengan nikmat. Itulah hal istimewa jarak dalam hati antar manusia.

Teruntukmu yang telah pergi, tak perlu repot untuk melebarkan jarak antara kamu dan aku. Sebab aku sudah cukup puas dengan keadaan yang sekarang, dimana aku sudah tak peduli kamu ada atau tidak. Aku yang pernah berusaha menunggu tapi kau abaikan selalu, kini berjalan dibawah awan sebagai saksi yang berarak. Bilapun aku berhenti mencintaimu dalam detik dan detak, biarlah kita tak lagi satu dan sama dipisah oleh jarak.

Aku pun sudah beranjak pergi meninggalkan senja dan pelangi. Pada langit yang merah mega, dengan sayap kepak-kepak, malaikat memetik dawai mengiringiku hijrah dan pergi. Karena pergi itu pasti, dan pisah sudah terjadi. Bukan berarti kita tak lagi saling peduli, anggaplah itu cara kita sekarang mencintai.

Awalnya kuntum-kuntum sepi memang mulai tumbuh dan dibiarkan merekah, lalu menjadi buah yang berani dan merah. Aku pun sempat mengenal sepi diantara wewangi serpihan perkara hati. Meski telah aku tuliskan di kulit hujan, sudut terujung dari nestapa adalah kesepian. Tapi hidup tanpa hujan pun akan terasa gersang, layaknya luka di tanah surga, pernah kurasakan jua, namun sempat aku rasakan nikmat sungai susunya.

Aku pun pernah berjalan-jalan dengan nada dan dada yang menyala-nyala karena sepi. Bertabuh-tabuh tinggi mengusir kawanan merpati. Namun pada akhirnya aku tersadar bahwa kita telah berjarak. Sejauh manapun kubangun rasa setia akan tetap sirna bila jarak telah mengepak. Seperti dalam movie animasi 5cm/s, bahkan untuk hati yang tak lagi ingin bersatu dan bersama, walau hanya untuk 1 centimeter jarak mereka takkan mampu bergerak untuk mendekat.


Dari jarak mari kita mengenal rela. Kau telah beranjak, begitu pula aku mulai merangkai jejak. Melepas hal-hal yang tidak masuk akal, seperti harus selalu ada dan bersama. Seolah sudah larut dalam paham bahwa selama ini kita hanya bersama, bukan bersatu. Hingga sempat saling memberi luka dan kecewa, bukan penerimaan diri apa adanya.

Dan biarlah jarak mengajarkan rela, dengan siapa kelak kita mendapatkan nama. Bukankah begitu kita dulu bisa bersama. Saat pernah melekat tanpa sekat, sampai kini tak saling sapa karena jarak yang ada. Apapun itu ia telah mengajarku untuk mengenal rela. Rasanya yang tenang membuatku penuh rasa ingin melepaskan.

Tentang hati pada jarak-jarak yang tak mudah ditebak, meski harus terhentak pada waktu yang berdetak, yakinilah bahwa aku dari namamu sudah beranjak. Aku kini mencintai jarak-jarak kita yang terselip oleh jejak, walau pernah tersentak karena rahasia dan tempat yang tak terungkap. Setidaknya kita pernah saling bahagia, sebelum akhirnya berusaha untuk saling lupa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar