Sabtu, 31 Desember 2016

Pita Ungu

Pita Ungu, Hadiahku yang Kau Simpan Selalu.

Jum'at siang itu aku merasa begitu bosan, semua teman sibuk dengan urusan mereka masing-masing.  Aku hanya diam terpaku pada layar komputerku. Membaca manga, browsing, dan memutar film tak mampu memuaskan penatku. Sedang batang-batang yang mengabu yang aku gengam ini 'pun tak bisa memuaskan rasa sepi ini sendiri. Kuputuskan untuk beranjak pergi ke kota seberang untuk mengganti suasana hati.

Kota x, berjarak sekitar 20km dari tempat dimana sekarang aku tinggal. Mungkin karena suasana yang terkesan lebih ramai dan rapi dibanding kota dimana aku tinggal. Tapi aneh, memang ada keseruan tersendiri setiap kali aku datang ke kota ini. Setidaknya taman kota disini mampu untuk sekedar menutup rasa penat  dan bosanku. Selalu saja berhasil membuatku merasa bebas begitu.

(Cerita Bersambung) ... .

Ending
||
v

Lama aku berjalan pada rumah-rumah mini ini, melihat kesana-kemari, pada papan-papan nama yang tertera, tak jua namamu aku jumpa. Walau disana belum tertera sebuah nama, tapi sungguh aku dapat mengenalnya. Dan dari semua tempat sepi ini, akhirnya aku menemukanmu. Pada sudut gelap dibawah pohon rindang, sebuah batu nisan berhias pita gelap berwarna ungu, yang sangat aku kenali sedari dulu. Walau terlihat lusuh kumuh karena mungkin terkena hujan terik, tapi aku masih jelas mengenal pita itu.

Pita yang dulu selalu mengikat rambut panjang indahmu. Yang dulu kau minta sambil merengek manja padaku. Yang selalu engkau kenakan pada foto yang kau unggah pada sosial mediamu. Yang selalu kau tunjukkan padaku betapa berhaganya itu bagimu, kini menjadi penghias tempat istirahat terakhirmu.

Kita telah bertemu dalam kurun waktu tiga kali sebelum ini. Tapi tak pernah aku sangka pertemuan kita kali ini terjatuh pada situasi dan kondisi saat ini. Tak pernah aku menyangka bahwa temu akhir kita harus kembali berujung air mata bak ilusi hampa sunyi.
Sayonara, Juliana Ivany~  
Tada, aikawarazu kono basho de hanashite bokura ga iru. 
Boku no kokoro wa zettai ni anata ga iru. 
Zutto zutto zettai ni iru.
Kau yang dulu menggapkan keseriusan rasa ini sebagai canda, mungkin kini akan mengerti lewat tangis di depan rumah barumu, yang kini jatuh begitu saja. Mungkin kau tahu bahwa aku masih sulit untuk menerima kenyataan yang ada. Aku hanya mampu untuk mendo'akan ketenanganmu di alam sana, mengenang manis senyummu yang kini tinggal ingatan saja. Tapi itu tak mengapa, karena akhirnya kau terbebas dari lara dunia.

Tak ada lagi yang menghalangimu menari dengan jemarimu yang memetik dawai indah itu dengan abadi kini. Tak ada lagi yang menghalangi kecintaanmu pada pena dan fiksi cerita yang pernah mempertemukan kita disini. Do'aku padamu akan s'lalu menyertai. Semoga kita masih saling mengenali, disaat aku menyusulmu di tempat terakhir penantianmu nanti.
~
Edit dari pengalaman pribadi dengan seorang teman wanita yang sekarang benar-benar telah pergi dari dunia ini. Masih potongan aja ya~ Nama dan tempat diubah karena menyangkut privasi. Kalo tembus sampe jadi favorit mungkin bakal saya tulis ulang dalam bentuk novel. Trims~ ... ^_^

Senin, 26 Desember 2016

Karat


Pada langit yang sama di malam yang berbeda, kita pernah melambungkan impian beserta harapan kita ke antara jutaan bintang sebagai saksinya. Namun kini tidak lagi demikian, impian-impian itu telah gugur berjatuhan, bagai meteor yang menghantam bumi pada dasar hatiku, setelah kau paksa aku melepaskan. Karang pun perlahan akan hancur oleh ombak, pun besi dan hati dapat berkarat bila dipaksa untuk melepas cinta yang hebat dengan benturan luka yang dahsyat.

Tidak semata-mata kita lupa pada hal buruk yang pernah menjadi luka. Mengeras suara teriakan kita yang hening melihat wajah kita dihadapan bening. Ketika seorang wanita terluka karena pria, maka akan ada puluhan pria lain yang siap menghapus air matanya. Namun ketika seorang pria yang terluka karena wanita, adakah satu saja wanita yang berani hadir untuk mengobati lukanya? Jika ada, bisa aku pastikan bahwa ia wanita yang akan kujaga dan takkan pernah lagi terluka.

Radio yang memutar lagu kesukaanmu itu membelalak, menohok kenangan lalu di meja yang penuh buku-buku, dan lampu diatas kepalaku. Seketika terasa seperti terserang petir di siang bolong di langit tanpa awan hitam berkelilingan. Belum lagi kertas catatan-catatan kecil dari revisi-revisi, paper-paper, dan jurnal skripsi berserakan diatas lantai, membuat kacau suasana bak aku bermain di taman rimba.

Kenangan kita tak pernah abu, katamu. Ia selalu menemani mata yang melihat cahaya dan gemerlap gemintang di atasmu, hanya saja selalu sabar terlalu cepat, bagiku semua menjadi karat. Berakhir tanpa alamat pasti, memutar ke arahmu lorong sebelah kiri, pada jembatan yang tak pernah mati, menjadi saksi. Kita dulu pernah bersama jalani hari-hari.

Tidak ada seorang pun yang terbebas dari kata "Merindukan" , tetapi kini aku sudah lebih memahami kehormatan. Karenanya aku akan menyimpan dalam do'a penuh keikhlasan. Ikhlas dengan takdir yang masih menjadi misteri. Pun jika nanti tidak dipersatukan, aku sudah ikhlaskan lewat do'a yang telah terlanjur aku lirihkan.

Jumat, 16 Desember 2016

Rindu


Hari ini hujan, dan lagi secara sengaja atau tidak aku jatuh tepat di tempat dimana aku dan kamu pernah meneduh juga dibawah hujan dimasa kala aku masih bersamamu. Hujan? Lagi? Ya~ entah sudah berapa kali aku bercerita tentang hujan dan kamu yang selalu berujung membahas tentang rinduku padamu yang kini mungkin tak lagi bisa berujung temu. Semoga saja tetap begitu~

Hujan dan rindu selalu datang dan melepur menjadi satu tapi maaf kali ini bukan tentang kamu duhai masa laluku, tapi tentang dia seorang baru yang telah hadir dalam hidupku. Siapa dia? Aku belum mau untuk menyebut namanya karena aku juga belum ingin kembali jatuh cinta lagi.

Hey~ bukan berarti aku masih merindukanmu, tapi lebih kepada aku yang belum siap untuk keadaan dan suasana baru untuk kembali berkomitmen seperti dulu. Aku hanya ingin mengejar cinta yang sejalan dengan aturan-Nya saja dan tidak perlu untuk terburu-buru, dan lagi aku masih ingin menikmati kesendirianku.

Hari ini adalah hari ulang tahun dia. Ya dia yang entah benar atau tidak aku merasakan sesuatu darinya. Tapi aku belum yakin apakah itu cinta atau hanya rasa kagum saja. Sekali lagi, aku tak perlu terburu-buru untuk mengetahui dan memastikannya karena aku ingin semua berjalan secara sederhana saja. Yang jelas saat ini aku sedang merindukannya, dibawah hujan panjang di waktu malam bersanding dengan kopi hitam, tahu aci goreng, dan gitar. Tentu saja tak lupa, laptop yang selalu ada dimana aku membutuhkannya ketika ingin mengutarakan rasa dalam diamku.

Hey kamu yang sedang berulang tahun disana, apakah kamu merasakan hal yang sama? Rindu akan pertemuan dan komunikasi singkat kita lewat pesan singkat di sosil media yang selalu membahas tentang suatu cerita? Tentang hujan dan angin, atau tentang cuaca yang biasanya aku dan kamu gunakan dalam pengandaian kita saat bercengkerama? Aku rindu kamu secara tiba-tiba dan begitu saja. Entah, mungkin karena tak sengaja aku melihatnya tentang hari ini yang adalah hari ulang tahunmu di sosial mediaku, mungkin saja.

Hey kamu yang sedang berulang tahun disana, sadarkah kamu aku membuat sebuah pesan lewat gambar yang juga aku buat dan aku unggah hari ini di salah satu jejaring sosial mediaku? Mungkin tidak karena kamu mungkin bukanlah tipe anak manusia yang peka akan rasa dari seorang yang pemalu sepertiku yang sekarang ini dalam merayu. Maafkan aku karena aku belum siap dan bisa untuk dapat langsung menyatakan rasaku secara gamblang, aku yang sekarang hanya mampu untuk mengagumimu dalam jarak dan diam. Sekali lagi, aku hanya belum siap untuk kembali merajut sebuah hubungan baru dengan seseorang yang baru. Hanya saja ini belum waktu, menurutku.

Teruntukmu yang saat ini sedang kurindu, maafkan aku. Aku hanya manusia biasa yang dengan nalurinya tentu saja bisa jatuh cinta pada wanita dan lawan jenisnya. Maafkan aku karena ini sungguh belum tepat waktu. Aku 'pun tak ingin mencemari hatiku dengan rindu yang tak perlu. Bila 'pun nanti kita memang ditakdirkan untuk bersatu, aku hanya ingin menghias jemarimu dengan genggaman cincin maharku. Dan jika setelah ini, terkadang tetap hadir rinduku padamu, kamu tak perlu tahu. Karena mungkin itu hanya perasaanku saja~

Sabtu, 10 Desember 2016

Angin Malam

Angin Malam di Yogyakarta Membawa Kembali Cerita


Dingin, ya malam ini terasa begitu dingin. Setelah siang turun hujan tiada henti,  malam ini angin berhembus kencang pada cuaca terang yang berganti. Lalu begitu saja menyapu debu di sudut jalan yang aku lalui. Ah~ sialnya angin itu mengingatku tentang kamu, ya kamu yang pernah datang dengan hebatnya kini lenyap begitu saja. Persis seperti angin yang kutemui malam ini, dahsyat menggerakan kakiku untuk melangkah di tempat baru. Hey tahukah kamu dimana aku sekarang berada? Kalau kau masih ingat, aku ada di kota yang terakhir kalil kau minta kita pergi bersama namun tak terlaksana.

Di satu jalan gelap kota Yogyakarta, aku berjalan dengan sepedaku sendirian menghabiskan waktu malam. Jenuh. Saking jenuhnya aku tak tahu lagi harus menuju kemana hingga tiba aku di persimpangan kaliurang. Lalu tanpa sengaja, aku melihat sosok yang dulu pernah singgah di hati sementara. Ah~ dia sudah memiliki pria ternyata, pikirku dalam hati. Ya tak mengapa, memang sudah sepantasnya karena kami sudah lama berpisah. Dia juga melihatku, masih dengan tatapan yang sama sebelum kita pisah dulu. Ada apa dengan tatapan itu? Entahah mungkin waktu yang akan menjawab semua tanya. Ntah nanti atau lusa di saat sudah tepat waktu.

Kucari lagi dan kulihat kembali sosial medianya yang sudah lama tak aku jumpa. Bagaimana bisa aku melihat gadis lain jika saat itu aku juga memiliki wanita sepertimu yang kucinta? Begitulah aku, lekaki bodoh yang hanya bisa melihat satu wanita di satu waktu saja. Oh~ ternyata belum lama ia bersama dengan pria itu pikirku dalam hatiku. Baru saja setahun berlalu. Tapi tetap saja, itu waktu yang lebih lama dibanding denganku dulu.

Kembali aku melanjutkan jalan-jalan malam bersama sepeda yang sudah hampir sembilan tahun lamanya bersama. Saking setianya ia adalah saksi pertumbuhanku sedari remaja hingga kini dewasa. Kali ini aku berhenti di persimpangan dekat kampus Sanata Dharma. Lagi, aku melihat wanita lain yang dulu pernah singgah walau cuma sementara. Kali ini ia hanya sendiri tapi tetap tatap matanya berbeda dari yang dulu pernah kutahu. Aku kembali ber-kepo dengan sosial medianya, mencari tahu tentang dia yang lain yang juga ternyata sama, sudah memiliki pria. Lagi? Ada apa dengan situasi  aneh malam ini?

Malam ini sungguh lucu, aku berjumpa dengan dua orang dari masa lalu yang dulu kupikir akan bersama selalu tapi perlahan selalu saja dipisah jarak oleh waktu. Tawa kecil berselit dihatiku, bajingan macam apa aku yang punya banyak wanita di masa lalunya? Apalagi selang waktu berpindah hati itu tak pernah butuh waktu yang lama. Mungkin itu jua yang menjadikan kesendirianku kini menjadi renungan yang berarti, tentang karma dan kedewasaan hidup yang harus kulalui. Terima kasihku untukmu sekalian masa laluku.

Kuakhiri perjalanan malamku sendirian malam itu menelusuri daerah malioboro mengenang masa magang yang indah bersama teman kuliah satu kontrakan, lalu berlalu menuju condong catur dimana dulu aku biasa menghambiskan waktu nongkrongku di salah satu kafe daerah itu. Ah~ ternyata sudah tidak ada, sama seperti rasa dalam jiwa yang kini mungkin sirna. Dan berakhir pada daerah kampus ungu tempat aku menginap pada teman lamaku.

Angin malam Yoygakarta telah membawa kembali cerita, tentang masa indah yang sudah melewati senjanya, kini tertutup rapi menjadi kenangan sahaja. Sungguh perjalanan malam sendiri yang cukup indah dan berarti. Membawa kembali semangat tentang cita dan cinta yang dulu pernah mati untuk hidup lagi. Entah untuk bertemu dengan mereka yang dulu ataupun orang yang baru. Untuk sekali lagi percaya pada cinta yang akan membawa diri pada bahagia setelah sekian lama terbungkus dalam ruang gelap hampa.

Kamis, 24 November 2016

Setelah Kau Pergi

Yo gaes, hari ini saya buat tulisan dari sahabat saya yang sebenernya gagah dan gentle, cuma beliau ini suka menulis kutipan-kutipan melankolis di instagramnya. Bukan karena dia lemah ya, cuma menunjukan betapa ia sangat menghargai wanita serta memberi tahu kita betapa susahnya menjaga perasaan dan sakitnya ditinggalkan. Ok, silahkan baca saja kutipan beliau yang sudah saya edit menjadi sebuah artikel tulisan. hehehe


Setelah Kau Pergi, Namamu Masih Disini.


Ku kira setelah kepergianmu, aku langsung bisa melupakanmu. Namun, nyatanya masih terselip berjuta rindu. Setelah kisah ini kau sudahkan, tak mudah bagiku begitu saja melupakan dan menulis langkah baru pada lembaran. Apalagi kebiasaan dan kenangan yang sudah lama telah mengakar kuat tertanam yang terkadang menghambat kaki untuk berjalan ke depan.

Pengabaianku pada rengekanmu sore itu adalah sebuah kejahatan yang sangat menyakitkan. Aku bahkan lebih mendewakan benci dibanding cintaku untuk kamu yang tersayang. Lebih memilih diri jatuh ke dalam api bara tanpa melihat bahwa yang akan dihancurkan adalah hal seharga kristal permata nan rapuh bagaikan kaca. Maaf aku t'lah kacaukan semua~

Hingga datang pada sadarku, ternyata engkau 'lah sejatinya pusat bahagiaku. Aku ingin kembali padamu lagi, tapi aku tak tahu kemana harus mencari. Sedangkan rinduku disini makin menjadi-jadi. Sesal 'pun kini sudah tiada berarti karena salahku terlanjur sudah membuat kau menjauh pergi. Sakit dan lara pun dirasa percuma ada, karena ini bukanlah hal yang terjadi secara disengaja. Kini kau pun pergi tak lagi mungkin kembali.

Ya Tuhan, aku telah melakukan pembunuhan pada orang yang ku sayangi. Lalu kerinduan dan hujan pun datang seolah berkonspirasi, menertawai aku yang meratapi kepergian cinta yang telah ku buat mati. Tentang hati yang pernah kukejar sampai habis napas ini untuk tak pernah menyerah meski harus jatuh bangun berkali-kali. Aku sudah tak tahu harus berbuat apalagi.

Aku merasa bersalah pada diriku sendiri, membohongi hati hanya untuk membalas sakit hati. Ah, makhluk kejam jenis apa aku ini yang dengan keegoisannya telah memberikan luka  hingga perasaan mati. Perihal perjuangan yang kau patahkan, kini kuanggap sebagai takdir Tuhan yang tak terbantahkan. Sebab aku tak mampu untuk terus melawan, meski takdir itu bukan yang aku harapkan.

Teruntuk kamu yang tersakiti, ku katakan ini dari hati. Bahwa sampai kini, hanya namamu yang masih terpatri rapi di dalam nadi~

\_/

Saya ambil dari kutipan sabahat instagram saya, Yovan Restu.

Kamis, 17 November 2016

Hujan

Bisik Cinta Diantara Rintikan Hujan


Sore ini, kembali aku mengabadikan momen pada kamera telepon genggamku. Kegiatan yang sebenarnya telah sedari dulu sudah kulakoni, kini aku kembali setelah sekian lama terhenti karena sibuk pada skripsi. Ya, aku cinta pada potografi. Aku cinta pada segala hal tentang seni, kecuali tari. Sampai sekarang aku masih tak pernah mengerti maksud dari setiap gerakan dan arti.

Aku lupa bagaimana aku bisa kembali ceria. Aku lupa akan luka yang kemarin sempat membelenggu senyumku pada muka. Bahkan aku lupa bahwa ada seseorang disampingku yang ingin aku tetap bisa tertawa dengan setia. Mereka adalah kawan, sahabat, dan keluargaku yang paling berharga. Padahal kau dan hujan dalam masa laluku selalu saja membuat aku diam tak bahagia.

Langit hari ini mungkin tak secerah hari kemarin. Tanpa terasa hujan pun ikut turun bersama datangnya awan kelabu. Tak perlu diungkap, kala hujan itu turun udara pun berganti dingin. Ya dingin, namun hangat di perasaan. Semua orang lalu berteduh, aku 'pun turut melakukannya. Apakah kau yang disana juga sedang kehujanan sekarang? Kuharap kau baik-baik saja, karena aku pun akan baik-baik saja disini berteman dengan hujan dan berteduh bersama Para sebagai kawan.


Hujan~

Hujan selalu saja menghadirkan kenangan dan bayangan masa lalu? Hujan adalah butir-butir cinta yang tertinggal pengantar rindu? Bagi mereka dan bagiku yang dulu mungkin memang begitu. Tidak, bagiku memang seperti itu, tapi dulu. Ya, dulu sekali sebelum aku mendekat lagi kepada Allah Tuhanku dan mengenalmu. Sekarang semua menjadi berbeda, berubah begitu saja. Tapi sungguh dalam butir-butir air yang hadir dan jatuh di tengah hujan aku merasakan desir kesejukan.

Semua kini berbeda, dalam seminar proposal Erika tentang sistem analisa deteksi hujan hari ini, defini dan padangan tentang hujanku pun berubah. Semua menjadi semakin ilmiah. Ya, begitu saja aku tersadar bahwa hujan adalah air yang turun berdasar intensitas yang jatuh pada permukaan tanah pada sekala tertentu dalam jumlah. Bukanlah tentang kenangan atau rindu yang jatuh perlahan karena lama tak tercurah.

Sore ini hujan turun lagi. Mereka pernah bertanya apa aku membenci hujan ini? Bukan berarti aku membencinya karena aku tak pernah suka dan mengeluh saja pada hujan itu yang memang sering terjadi. Dingin di kulit, panas di perasaan. Tapi aku mengenalmu melalui hujan. Memulai percakapan denganmu dengan tema hujan pula. Beradu rasa karena hujan tiba. Darisana rasa nyaman pun lalu tercipta, karena kita sama pernah merasakan luka dan sekarang sedang berhijrah untuk menjemput takdir dan janji-Nya. Dan darisana pula mungkin cinta tercipta, antara aku dan dia.

Cinta~

Meski kau telah terlahir, namun saat ini aku belum bisa untuk membagi kepada yang ada dihati. Karena aku tahu inilah cinta yang Allah uji sampai waktu yang tepat nanti. Kemudian kuniatkan perubahan demi perubahan untuk memantaskan diri kepadamu yang masih menanti. Ku ikhlaskan kau ada di dalam setiap bisik do'aku, di setiap sujud panjangku, di setiap detik hariku, sebagai bukti cinta tulusku. Meski cinta yang lahir takkan pernah salah, namun ada kalanya kita memaknai dan mempergunakan cinta dengan benar adanya. Sampai nanti Allah dan wali kita meridhoi dua hati yang saling berharap ini. Untuk kelak dipertemukan di waktu yang tepat sebagai belahan jiwa dan pelengkap separuh agama, sebagai pelepas dahaga dari setiap terciptanya rindu di dalam kalbu.

Rindu~

Ketika dua hati saling berharap namun kondisi dan waktu yang ada belumlah tepat, maka diamlah yang menjadi jawab. Meski hati rindu dan berharap untuk selalu bertemu, namun ada kalanya kita harus saling tertunduk dan malu. Memendam semua rasa yang belum tepat waktu. Aku pun tahu rasamu dan rasaku sama besar untuk bersatu, namun kita belum siap untuk pertemuan itu. Meski tempatmu menunggu dingin dan penuh duri sedang jalanku menemukanmu terjal penuh rintangan, mari kita saling mendo'akan dan bersabar, karena saling menanti dalam ketaatan akan berbalas dengan akhir indah pada masa yang dijanjikan-Nya.


Kau tahu? Entah sejak kapan aku menyukai hujan. Awalnya ia hanyalah hal menyakitkan karena setiap ia datang aku pun kembali mengingat akan kenangan. Kenangan tentang ia dan masa laluku yang seharusnya sudah lama aku tinggalkan dan lupakan. Namun tetap saja, tak seperti senja yang hanya sesaat indah dan sakitnya, hujan selalu saja membawa aku kembali jatuh kedalam kolam luka.

Namun semua kini tak lagi sama. Mungkin mengenalmu adalah haluan dalam hidupku dari-Nya untuk kembali hidup pada cinta yang baru. Karenanya setiap hujan datang aku selalu berdo'a untuk temu satu kita di dalam rindu yang membisu. Diantaranya aku menyelipkan do'a terindah untukmu yang masih menjadi rahasiaku. Kelak ketika rahasia itu telah terungkap, dimana raga dan batinku telah siap, dan kepadamu aku akan datang, hinggap, lalu menetap. Maka pertemuan itu akan menjadi pertemun terindah kita, walau kau dan aku hanya akan tersipu malu karenanya.

Hujan akan menjadi saksi, siapa nama di dalam do'a yang selalu disebut oleh hati. Dan biarlah hujan menjadi saksi, kemana takdir akan membawa pergi. Hujan akan tetap menjadi saksi, bahwa cinta yang telah direstui nanti akan selalu bersemi~

#RakaNdika

Selasa, 08 November 2016

Awan Putih


Awan putih itu kembali menghiasi langit biru. Awan putih itu kembali mengiringi hilangnya gelap fajar hari itu. Awan putih itu kembali datang menyongsong hingga pada jingganya senja. Awan putih itu menjadi saksi pada rindu yang diam membisu dalam jalan sebuah cerita anak manusia.

Jauhnya jarak yang membentang. terdapat hati yang diam-diam hadir merindukan, memilukan hati yang penuh resonansi. Jauhnya jarak yang meliuk tajam, terdapat jiwa yang penuh harap tumpuan pada impian-ipmpian yang belum terwujudkan. Jauhnya jarak yang melingkar bundar, terdapat mata yang berkunang dengan penuh garis hitam lelah terus berjaga karena menekuni kesibukan. Jarak yang ada membuatku semakin kuat namun mudah pula dalam merindukan.

Namun semua itu takkan terasa bila hatiku kau letakkan tepat pada pemilik aslinya. Ya, kau tempatkan dulu hanya pada-Nya, sebelum aku dan kamu nanti betemu. Bertemu dalam suasana indah pada ucapan sumpah sehidup semati di depan para saksi dalam keadaan haru. Percayalah akan datang dimana kita akan bersama pada waktu itu, di waktu yang telah dituliskan dan dijanjikan untuk kita menjadi satu.

Jika kau mampu untuk bersabar, maka jauh yang kau rasa pun akan terasa dekat di depan raga. Bila datang gemerlap kerusuhan yang hinggap pada hati yang gelap, yakinlah dan tetap bertahan. Bila tumbang mulai melanda pada jiwa dalam sesak, yakin dan tetaplah bertahan. Karena jika belum ada bahuku untuk kau bersandar masih ada lantai untuk bersujud kepada-Nya yang bisa kau andalkan.

Awan putihku yang kulihat bersamamu dalam mimpiku, yang kita lihat jauh di langit siang. Kau buat aku semakin maju untuk wujudkan bahagia dalam ingatan bukan kenangan, akan rencana mimpi indah hari tua bersamamu di masa depan. Mengembalikan semangat dalam diri yang mudah hilang karena sudah terlalu lama sendirian.

Padamu yang nanti menjadi kekasih halalku, tetaplah istiqomah dalam bersabar dan memperbaiki diri. Aku pun melakukan hal yang sama, menerjang badai untuk belajar menjadi awak kapal yang tangguh agar dapat kau andalkan sebagai teman berlayar dan nanti berlabuh. Bila gundah melanda menyerua sekat dalam detak, lihatlah ke atas sana, awan putih akan senantiasa menjadi mata dari saksi cerita kita nantinya.

Rabu, 02 November 2016

Kangen

Kangen Konco Amikom Yogyakarta

(Special Boso Jowo)


Tonggo sebelah kosan lagi enek seng duwe kondangan, reti ra lagu-lagu seng disetele opo wae? Rak bakal ketebak yen koe dudu cah gaul masa kini karo cedak karo wong tuwomu ndes. yoi, NDX aka seng lagi booming soko tahun 2014 kae hlo lagu-lagu e seng diputer. Tiwas kuwi aku dadi kelingan mongsone dewe iseh do cerak ngumpul online bareng gojekan ra jelas in game.

Konco-koncoku Alpan, Bayu, Ken, Rosi, Yogi, Edha, Tomi, Tomo, Santo, lan Oyan ... piye kabarmu neng kono cah? Aku kangen gojekan e dewe yen lagi kumpul in game po meneh pas lagi nyanyi bareng neng kope kopi kati dikon maju isi band neng ngarepan nembang lagu-lagu cinta jaman alay perjuangan. Kapan iso kumpul karo gojekan koyo ngunu meneh cah? Tenane aku kangen... .


Aku kangen marang guyonan jones e Alpan, guyon ngenes e Bayu, sindiran rak jelas e Ken seng sok"an, Edha seng rak jelas karepe, Yogi seng homo, Tomo seng galau, Tomi karo mbak peel e, rupo bingung e Rosi lan liyone wkwkwk aku kangen tenan marang kowe podo utawa dewe rak sak-kontrakan lan kenal mung soko game online nging aku ngrasa dewe wes kenal cedak lan lawas bebas wae meh ngomong opo koyo sedulur keluorgo.


Aku paham kondisi saat ini lagi rak iso kanggo temu e dewe mergo lagi ono keperluan lan kesibukan e dewe-dewe. Po meneh saiki wes do rak sak-kontrakan bareng pisah mergo lulus e do rak bareng ugo. Nging aku tetep pengen yen ono wektu dewe balik ketemu kanggo ngenang masa lalu. Masa perjuangan guyon koyo wong edan kati larut malam diusir soko kape neng satpam digusah koyo ayam. hahaha KOPLAK tenan seng iki cah~

Wes kuwi wae curhatan kuntetku kanggo ngluapake perasaan kangenku marang konco seng saiki wes rodo angel anggone ketemu. Mugo koe podo sehat waras jaya selalu. Meski dewe rak sedarah nging dewe tetep keluorgo, ketoro soko coro e dewe seng gampang banget akrab guyon nyelitke ati nging rak tau gowo perasaan karo sambat. Tenan kroso nyamane pas kumpul rak nutupi opo-opo, mugo iso kumpul meneh sesuk bar e bo-dh-o. amin~

Selasa, 01 November 2016

Jatuh

Jatuh dalam Beranjak


Semenjak aku beranjak dan mengenal jarak, aku perlahan mengenal detak. Bunyinya yang sepi takut untuk terungkap, dan malu menyebutnya sebagai sesak. Penghalang bukan lagi sekat, melainkan ruang agar kita mudah untuk bergerak. Ya~ jarak ini ada untuk melepas semua ikatan kita yang seharusnya sudah lama binasa.

Jika bukan karena sengal nafas yang semakin lelah menderu, entah selama apa aku menahan rindu dalam kalbu. Padahal air mata pernah jatuh, tak tertahan menggelantung terjun pada kedalaman tebing pipimu. Meluncur bebas sampai ke pinggiran bibir, lalu dengan basah dan terbata, aku kembali menyebut namamu lagi dalam jarak dan ragu. Padahal saat itu aku yang lebih siap untuk berpisah denganmu.


Dalam tubuh kurusku yang rentan, aku pernah mengalami gempa dalam bayang hampa. Patahannya sempat terukir bersama rumit sungai arteri disamping nadi, menembus katup dan mencampur aduk sirkulasi perasaan yang tak sempat menyebut sebuah nama. Membekaskan sebuah luka, luka biasa dan yang tak kasat mata. Luka yang bisa disembuhkan oleh dokter mana saja, dan luka yang hanya bisa disembuhkan oleh waktu saja. Keduanya pernah hadir bersama.

Bila jemari tak beruas, tak mungkin aku ingin menemui untuk saling mengenggam denganmu. Sebab tangan tak tercipta sekedar hampa, dia ada untuk kita saling menggenggam menyatukan rasa. Namun ketika jarak telah melahirkan nama, beranjak adalah melahirkan rindu dan cinta, tak ada lagi yang bisa aku sabarkan pada debar kecuali kamu yang tegar menunggu rindu satu saling temu.

Mungkinlah dulu itu adalah keinginan temu yang sudah tak bisa lagi dihalang ragu. Seketika saja dada bergemuruh tak peduli pada jeda. Seketika darah menyerah mengalir dalam liuk, yang tak pernah mengerti tentang kita, kemana ia berujung menemui denyut muaranya. Ah~ andai saja temu tak perlu harus berujung pisah yang pilu, aku cukup saja menjadi darah dalam tubuhmu. Hanya sebatas menjadi darah yang dapat memperhatikanmu tanpa pernah peduli kapan kau merasakanku. Aku adalah darahmu, dan kau adalah aku yang menjelma menjadi rindu.


Selama ini aku adalah jarak dalam hembus napasmu. Mengudara menemui lentera jingga, menyalakan bianglala yang hendak bersua, di penghujung langit, di matahari yang tertelan bulan, di tempat ajal menjelma sinyal kepada mata yang tak pernah siap melepas pengeja senja di akhir waktunya.

Semenjak aku beranjak, aku perlahan mengerti arah gelisah menuntun langkah. Aku menjejak diantara gelap rongga dermaga yang hampa. Semenjak aku beranjak, aku pun semakin kuat untuk berjalan diatas kenyataan bahwa hidup tak pernah lepas dari pisah. Kau adalah detak, kepergianmu adalah kehilangan detak. Dan nisan, adalah tempat semayamku menunggumu kelak.

Jumat, 28 Oktober 2016

Luka

Tak Kasat Mata Bukan Berarti Tak Ada Luka


Aku pernah terluka. Kamu pernah terluka. Dia pernah terluka. Lalu, kau tahu sebenarnya apa itu luka? Apakah semua luka dapat dilihat oleh mata? Apakah semua yang terasa perih adalah luka? Entahlah kawan, aku 'pun masih mencari jawab pasti dari semua ini. Tentang luka yang entah mengapa dan bagaimana bisa terjadi, terutama luka yang ada di dalam hati.

Aku pernah terluka oleh dia, ya dia yang dulunya aku anggap pantas namun sekarang hilang, lenyap tak berbekas. Aku bahkan pernah sangat terluka hingga... ah~ aku tak sanggup mengungkapnya dengan kata, menggigil tanganku saat mengingatnya. Tentang luka yang tak bisa diucap kata, mungkin hanya bisa dibicarakan dengan DIA.

Orang yang terluka hatinya kerap kali tak bisa diam ketika berkumpul bersama. Semua terjadi karena ramai diluar sana tapi sepi di dalam hati. Ia mungkin sering menunjukan senyum, canda, dan tawa terhadap hal-hal kecil tak berguna, tapi sesungguhnya dibalik senyum palsu itu, ia menangis dengan kerasnya di dalam sana. Ramai di dalam sepi, namun sepi di dalam keramaian.

Bukan berarti setiap luka itu kasat mata, bukan berarti seorang yang terluka selalu berlinang air mata, terkadang seseorang lebih memilih berdiam panjang. Bukan karena mereka lemah, bukan karena mereka lari, tapi mereka sadar diri bahwa mengeluh tak bisa merubah suatu keadaan apapun untuk keadaan dan kondisi saat ini. Apalagi ketika kau sudah berusaha dengan sepenuh hati dan segala cara tapi tetap tak dihargai. Terutama tentang mengubah dan membuat mengerti hati seseorang yang telah lama mati. PERCUMA~

Apa yang aku rasakan dan apa yang aku alami tidak semua orang tahu dan mengerti, sebab itulah kalapun kamu tidak melihat luka bukan berarti tak ada sakit yang dirasa. Setidaknya cukup hargai apa yang aku alami. Cukuplah menunggu untuk aku mampu berdiri kembali. Bukan mencari jalan pintas penyelesaian dengan begitu cepatnya menghilang pergi. Itu adalah pelarian diri, perbuatan pengecut yang hina sekali. Kau hanya berlari karena kau sendiri tak mau terluka, hei pecundang cinta?

Aku tak butuh janji, aku tak butuh hal baik darimu kini, karena aku memang tak pernah membutuhkannya. Tak perlu kau ucap cinta, tak perlu kau ucap dusta penenang jiwa, kalau kau tak pernah mau mengerti rasaku ini pernah ada. Yang kuminta bahwa kau selalu ada ketika aku ingin bersama. Tapi kau dan fakta beri jawaban yang berbeda. Cukuplah sudah sakit yang kurasa karena pernah aku berharap penuh padamu bukan pada-Nya, sehingga membuat Ia cemburu lalu memisah kita. Semua mungkin salahku karena terlalu mengharap dan perasa.

Ada hal-hal yang tidak bisa kuceritakan pada mereka kecuali sang pencipta. Tentang perkara isi hati yang pernah merasa lara. Karena tidak semua yang aku rasa harus terucap kata, kadang kala akupun hanya ingin berbagi pada-Nya saja. Jadi kumohon jangan lagi kau paksa aku untuk cerita perasaan yang entah kini siapa pemiliknya. Akupun tak tahu siapa karena memang perasaan cinta ini tak bertuan yang menghadirkan rindu begitu saja. Semoga cepat Allah pertemukan aku dengan dia yang tak pandai  sepertimu untuk merusak selalu harap, bukan lagi hanya untuk sekedar hinggap, tapi terus menetap hingga akhir hayat~

Jumat, 21 Oktober 2016

Hujan dan Rindu

Ini Bukan Hujan, Ini Adalah Rindu.


Lagi, dari sudut jendela ruang ini kulihat butir demi butir air hujan menjatuhkan diri ke bumi. Seakan tak pernah letih mereka untuk kembali meski tahu bahwa jatuh itu sakit, namun tak jua jera mereka lakukan itu berkali-kali. Kutanyakan pada diri mampukah aku sekuat mereka di dalam hati. Untuk terus bertahan dari rasa rindu yang menghujam rasa membentuk pedih ini.

Kau yang pernah berjanji untuk selalu menemani dalam hari tak tertepati, tahukah kau telah membunuhku dalam sendiri? Kau hempaskan aku dalam retaknya hati yang membuatku tak lagi mampu meneteskan air mata pada dalamnya rindu jingga dikala senja. Bahkan pelangi warna dalam senja itu tak pernah akan mampu melukiskan perih yang kau ukirkan pada duka hatiku.

Kau hancurkan mimpi dan rencana indah masa depanku ketika kau memutuskan untuk pergi. Hancur, hancur sejadi-jadinya kau patahkan sayapku ini hingga tak mungkin bisa untuk terbang tinggi lagi. Beritahu aku bagaimana caraku untuk mendapatkan bintang pengganti bila terbang saja aku tak lagi mampu kini? Apa aku harus tetap bertahan dan terjaga pada satu mimpi dengan sayap yang patah ini?

Aku masih mencoba untuk terus terjaga dari mimpi yang membuatku tak tersadar bahwa kini kau bukan milikku lagi. Walau hati takkan pernah mampu untuk melupakanmu tapi tiap tetes air mataku selalu menguatkan rasa rinduku. Satu alasanku tak bisa berpaling dari hatiku karena terlalu dalam dan terlalu indah cinta dan angan yang pernah kubangun bersamamu. Mungkin hati ini belum mau untuk mengubur semua asa itu.

Dari apa yang aku alami dan aku rasakan, aku mendapatkan satu kesimpulan. Bahwa apa yang jatuh dari langit itu bukanlah hujan, melainkan rindu. Bahkan rindu itu terkadang mampu menarik keluar jatuhnya hujan yang lain dari mata dan hatiku. Harusnya kamu sudah lama pergi bersama kenangan, tapi nyatanya kamu abadi dalam ingatan setiap kali aku menyapa pada hujan yang datang. Bagiku tak pernah ada yang namanya hujan, melainkan butiran rindu akan kenangan yang jatuh perlahan secara bersamaan.

Selasa, 11 Oktober 2016

Dua Sisi

Sisi yang Belum Kau Ketahui


Kau tahu manusia mempunyai dua sisi seperti dua sisi dalam uang logam? Ya, ada sisi asli dan ada sisi yang tersembunyi dengan rapi. Apa yang kau tunjukan pada orang lain diluar sana belum tentu seperti yang ada dalam hati nurani. Begitulah manusia, memakai topeng menutup aib dan dosa demi keamanan dan kepentingan dirinya sendiri.

Dalam keseharian apa saja yang kita lihat dan lakukan tidaklah selalu mendapat kembali balasan setimpal atas apa yang kau harapkan. Perlahan tapi pasti hati ini membusuk perlahan pada iri dan dengki pada hasil gemilang oarang lain, pada kebencian. Tak terpungkiri akupun pernah menjatuhkan diri dalam kegelapan, membenci untuk menumbuhkan kekuatan balas dendam, sampai menutup mata, bahkan menolak untuk berjalan kembali menuju cahaya. Dulu, dulu sekali sebelum aku jatuh terbentur kebenaran.

Dibalik senyum orang yang tersakiti terdapat hati yang sebenarnya hancur pasti. Lagi, topeng dipakai untuk menutup luka supaya terasa lega. Tapi detik selanjutnya ia akan tersadar bahwa senyum palsu itu sungguh tidak melegakan. Hingga akhirnya keluh kesah pun keluar menuju air mata saat sendiri di sudut ruang ini. Sisi yang tersembunyi takkan selamanya berdiam diri, ia akan keluar disaat yang tidak terduga, disaat emosi memenuhi ruang diri. Sebab itulah kedewasaan seseorang diukur dari kehebatannya dalam mengendalikan emosinya sendiri. Percuma berumur ratusan tahun jika masih kalah dengan egonya sendiri.

Memusnahkan sisi lain dari diri kita sendiri memanglah mustahil, tapi sisi yang tidak diinginkan bisa kita tekan untuk kehadiranya terminimalisasi. Berawal dari mengakui kekurangan dalam diri, belajar untuk mau menerima kekurangan yang ada, lalu berusaha untuk mengendalikannya. Seorang yang kuat adalah orang yang mengakui kelemahannya namun melihatnya sebagai peluang untuk menunjang kelebihan. Pedang yang sangat tajam pun memiliki gagang yang sangat tumpul untuk digenggam bukan?

Terimalah ia sisi lain dalam dirimu walaupun ia buruk. Berteman baiklah dengannya agar kau bisa menerimanya. Jika kau bisa mengerti tentangnya dan membuat ia mengerti tentang dirimu pula maka kau akan menjadi sempurna. Karena sesungguhnyna kalian adalah satu, dua sisi yang berlainan namun ada dalam satu wujud jasad yang sama.

Selasa, 04 Oktober 2016

Rahasia

Kamu yang Masih jadi Rahasia


Untukmu, yang namanya masih Allah rahasiakan dalam hidupku, apa kabar dengan imanmu? Sudahkah kau bersyukur pagi ini? Sudahkah air wudhu selalu menyegarkanmu dalam lima waktu? Sudahkah semangatmu berbisik pada waktu sepertiga malam dan dhuhamu?

Wahai engkau yang namanya terukir dengan sangat indah dalam Lauhul Mahfuz, calon pendamping hidup dan Ibu dari anak-anakku nanti, dalam perjalanmu untuk aku temukan, apa yang sedang engkau lakukan disana?

Aku percaya kamu sedang memantaskan diri, sedang berjihad mengkaji ilmu dunia terutama akhirat, yang kelak akan kau sampaikan pada anak-anak kecil kita. Karena aku tahu kamu tahu bahwa sesungguhnya wanita adalah ibu dan madrasah pertama yang paling utama diserap ilmunya oleh anak kita kelak sampai ke telaga surga yang abadi disana. Aku percaya Al-Qur'an s'lalu kau nyanyikan syahdu terucap dari lisan bibirmu, dzikir selalu menuntunmu dalam gelap sampai aku menemukanmu. Aku percaya saat ini pandanganmu tertunduk terjaga, hatimu tahan melawan hawa nafsu dunia, tempatmu penuh duri untuk menunggu aku temukan di batas waktu senja. Bertahanlah, di belahan bumi manapun kau berada, tetaplah dalam penjagaan-Nya, tetaplah bersemayan dalam peluk-Nya, agar kelak keluarga islami Qur'ani bisa kita bangun bersama karena telah mengharap ridho-Nya.


Bantu aku dengan do'amu ya kini, karena disini 'pun aku sedang belajar untuk menjaga diri, menjaga pandangan dan tentunya hati ini, agar kelak dapat bersemi seutuhnya hanya saat bersamamu nanti. Bawalah pula aku dalam do'a dan mimpi indahmu hingga saatnya kita bertemu dalam ikatan suci, bersatu saling mengisi, bersama saling menyempurnakan separuh agama kita.

Siapapun engkau yang telah Allah simpan baik-baik untukku, bersabarlah sebentar lagi untuk aku temukan, aku tahu kau pasti lelah menunggu, tapi tenanglah rindumu, rinduku, dan rindu kita akan terbayar saat nanti secepatnya kita bertemu lalu bersatu di batas waktu itu~

\-/

Edit dari cerita sahabat instagram saya, Priyanti.

Senin, 26 September 2016

CSS

Cinta Seperti Senja


CSS itu singkatan dari Cinta Seperti Senja bukan Cascading Style Sheets dalam dunia Pemrograman Web (internet). Yang berarti bahwa perasaan cinta yang dimiliki dan diterima seseorang dapat terjadi dalam proses yang sangat singkat seperti waktu berlangsungnya senja. Lagi, perusakan istilah tatanan bahasa dalam Teknik Informatika. Sesingkat berlalunya senja, secepat melambungnya bahagia. Tulisan kali ini berisikan harapan pada orang yang baru ditemui entah dimana dan siapa namun ia mampu mencuri hatinya. Walau tak pernah tahu siapa namanya, cinta dalam diam itu memiliki harapan dan do'a selalu untuk esok lagi bisa berjumpa. Semoga jodoh dapat dipersatukan bersama dalam jumpa berikutnya.


Teruntukmu yang pernah tak sengaja bertemu, apakah kau tahu bahwa aku jatuh hati padamu? Jatuh hati pada saat aku berada di depanmu. Jatuh hati saat aku melihat wajahmu. Jatuh hati saat melihat senyum manismu. Ku tahu padahal tanpa madu dan pula gula disana. Bercanda. Namun dirimu lebih memilih untuk menundukkan dan menjaga pandanganmu dariku. Lalu aku tahu kau adalah salah satu wanita surga yang pernah menjadi mimpiku.

Aku tahu aku tak akan bisa bertemu. Aku tahu aku bahwa pertemuan itu mungkin hanya akan jadi yang pertama dan terakhir bagiku. Setidaknya aku tahu aku walau dalam pertemuan yang tak menentu itu aku pernah jatuh hati padamu. Setidaknya aku harus aku untuk tahu, untuk tahu diri dan menahan dengan mampu. Karena bahwasanya dalam temu yang tak tentu itu, belum boleh kita jatuhkan hati pada seseorang yang belum pasti tentu. Setidaknya untuk saat ini.


Selanjutnya aku hanya ingin berdo'a dan merayu pada sang Maha Tahu. Mungkin saja sekarang, esok, atau lusa kita bisa bersama dan bersatu. Hingga datang satu waktu dimana aku akan bertamu, membuatmu kaget yang sedari kemarin menunggu berdiri di ambang pintu. Tak pernah tahu bahwa yang akan datang menjemputmu adalah aku. Dan kau pun menerka darimana aku mendapat alamatmu. Dengan begitu aku akan mampu membuktikan keseriusan dan kesiapanku.

Tak perlu waktu lama, singkat saja, seperti waktu senja. Aku tak ingin waktu-waktu yang berharga hilang sia-sia dan sirna. Aku akan dengan tiba-tiba saja datang untukmu menemui orang tuamu. Untuk dapat melamar dan meminang membuat rumah tangga dan keluarga denganmu untuk kita. Ya, begitu saja hingga pada akkhirnya akan kita yakini inilah hasil dari semua sujud-sujud panjang dalam do'a, bahwa jodoh pasti bisa bertemu, bersatu, dan bersama. Walau kita tak pernah menyangka untuk mengenal satu sama lain pada awalnya.

Sesingkat berlangsungnya senja, secepat pertemuan satu kita. Tak perlu waktu lama untuk menyatukan cinta untuk bersama. Tak perlu jatuh dulu dalam cinta, hanya perlu untuk membangun cinta setelah jumpa indah singkat kita. Cukup sesederhana itu saja.
Begitulah cinta dalam diam pria islam yang beriman. Tak perlu proses dan waktu yang lama untuk mengutarakan janji-janji dan kata untuk menjemput takdir cintanya. Cukup dengan keseriusan dan kesiapan serta kemapanan mereka akan langsung datang padamu menuju orang tua. Jika belum mampu, mereka akan menyimpan dengan indah dalam diamnya. Seperti waktu senja, keindahan yang singkat memang seharusnya ditangkap dan diabadikan dengan cepat, agar tanggap untuk mampu dikenang selamanya.

Seperti mimpiku untukmu jodohku yang masih disana, kita awali pertemuan indah yang singkat, namun berlanjut dengan membangun cinta bersama yang abadi selamanya karena-Nya. Itu akan jauh lebih bermakna daripada awalnya jatuh cinta, lalu pergi ketika sudah habis kadarnya. Percayalah aku sudah muak untuk kecewa karena jatuh cinta. Jauh lebih baik jika kita membangun cinta. Karena jatuh cinta berdurasi hanya sesingkat senja, sedang membangun cinta akan seperti kita menikmati indahnya hari-hari terlewati bersama, menikmati berlalunya senja di setiap waktunya.

Jarak

Jarak 2 Hati


Kau tahu mengapa orang yang saling marah berbicara dengan nada suara yang tinggi keras? Itu karena jarak antara hati mereka sedang menjauh hingga kata yang diucap sulit untuk sampai, maka harus keras dan tinggi untuk mampu menggapai dan mencapainya. Bilamana hati mereka dekat, kalimat selirih desir angin pun akan terdengar jelas dengan nikmat. Itulah hal istimewa jarak dalam hati antar manusia.

Teruntukmu yang telah pergi, tak perlu repot untuk melebarkan jarak antara kamu dan aku. Sebab aku sudah cukup puas dengan keadaan yang sekarang, dimana aku sudah tak peduli kamu ada atau tidak. Aku yang pernah berusaha menunggu tapi kau abaikan selalu, kini berjalan dibawah awan sebagai saksi yang berarak. Bilapun aku berhenti mencintaimu dalam detik dan detak, biarlah kita tak lagi satu dan sama dipisah oleh jarak.

Aku pun sudah beranjak pergi meninggalkan senja dan pelangi. Pada langit yang merah mega, dengan sayap kepak-kepak, malaikat memetik dawai mengiringiku hijrah dan pergi. Karena pergi itu pasti, dan pisah sudah terjadi. Bukan berarti kita tak lagi saling peduli, anggaplah itu cara kita sekarang mencintai.

Awalnya kuntum-kuntum sepi memang mulai tumbuh dan dibiarkan merekah, lalu menjadi buah yang berani dan merah. Aku pun sempat mengenal sepi diantara wewangi serpihan perkara hati. Meski telah aku tuliskan di kulit hujan, sudut terujung dari nestapa adalah kesepian. Tapi hidup tanpa hujan pun akan terasa gersang, layaknya luka di tanah surga, pernah kurasakan jua, namun sempat aku rasakan nikmat sungai susunya.

Aku pun pernah berjalan-jalan dengan nada dan dada yang menyala-nyala karena sepi. Bertabuh-tabuh tinggi mengusir kawanan merpati. Namun pada akhirnya aku tersadar bahwa kita telah berjarak. Sejauh manapun kubangun rasa setia akan tetap sirna bila jarak telah mengepak. Seperti dalam movie animasi 5cm/s, bahkan untuk hati yang tak lagi ingin bersatu dan bersama, walau hanya untuk 1 centimeter jarak mereka takkan mampu bergerak untuk mendekat.


Dari jarak mari kita mengenal rela. Kau telah beranjak, begitu pula aku mulai merangkai jejak. Melepas hal-hal yang tidak masuk akal, seperti harus selalu ada dan bersama. Seolah sudah larut dalam paham bahwa selama ini kita hanya bersama, bukan bersatu. Hingga sempat saling memberi luka dan kecewa, bukan penerimaan diri apa adanya.

Dan biarlah jarak mengajarkan rela, dengan siapa kelak kita mendapatkan nama. Bukankah begitu kita dulu bisa bersama. Saat pernah melekat tanpa sekat, sampai kini tak saling sapa karena jarak yang ada. Apapun itu ia telah mengajarku untuk mengenal rela. Rasanya yang tenang membuatku penuh rasa ingin melepaskan.

Tentang hati pada jarak-jarak yang tak mudah ditebak, meski harus terhentak pada waktu yang berdetak, yakinilah bahwa aku dari namamu sudah beranjak. Aku kini mencintai jarak-jarak kita yang terselip oleh jejak, walau pernah tersentak karena rahasia dan tempat yang tak terungkap. Setidaknya kita pernah saling bahagia, sebelum akhirnya berusaha untuk saling lupa.

Sabtu, 24 September 2016

Sisa

Sisa dari Butiran Rasa


Masih kuingat dengan jelas saat-saat dimana desir angin pernah berhembus merayap menyikap hijab cantikmu malam itu. Di suatu tempat di kota dimana pertama kali kita bertemu, pernah bersatu. Tapi dalam sekejap semua itu lenyap. Hilang ditelan lamunan yang terpecah oleh hujan yang memang sedari tadi kutatap.

Ya, aku sedang disana, di tempat pertama kali kita berjumpa. Meneduh pada kenangan kita di tengah turun hujan sembari menikmati senja.

Gelegar hati akan sakitnya kecewa masih dalam aku rasa, getir di dalam hati dan muka bibir untuk melihat kembali cerita. Tapi, entah sejak kapan aku mulai jatuh cinta pada rasa sakit yang memeluk lekuk jiwa tanpa jeda. Bahkan bias senja pada hujan yang menemani pelangi saat ini, tak mampu lagi memecahnya pula. Mungkin aku seorang masokis, kurasa.

Lama aku berdiam disana berteman hujan sedari gerimis lalu deras sampai henti, hingga langit pun menutup tirai terangnya. Berganti dari matahari yang pergi, ke para bintang kecil yang bercahaya terang-redup bagai sedang menari. Dari sana aku percaya bahwa biar waktu silih berganti, dan luka lara selalu terjadi, tetap ada sisa keindahan dalam kenangan yang dapat dinikmati.


Kau tahu apa yang aku tunggu disitu? Hadirmu kembali yang dengan ajaibnya mungkin terjadi. Karena mungkin saat itu jika kau terbangun dari tidurmu dan merindukanku, lalu kau mencari di belahan bumi mana berada aku, kau akan pergi ke tempat itu. Jika benar saja kau berubah pikiran, dan tentang aku lalu kita terpikirkan, kau akan menemukanku di tempat ini, di pojokan taman.

Orang yang lalu lalang banyak yang menatapku nanar, karena mataku kosong sayu tak bersinar. Beberapa bahkan memberiku uang. Aku tak sepatah itu sampai harus diberi belas kasihan, aku hanya seorang broken-hearted man. Aku tahu hal itu terlalu menyedihkan untukku. Tapi apa yang bisa aku lakukan untuk berpindah darimu? Sedang aku masih menjatuhkan cinta dan hatiku padamu.


Tentang sisa dari rasa yang pernah ada, aku yang saat ini mungkin belum bisa untuk beranjak dan berpindah pergi. Hingga pada akhirnya aku padamu terus menanti dan mencari. Bila suatu saat nanti kau temukan selain aku sebagai penganti, tolong ajari aku cara bagaimana untuk tahu diri. Tapi jika takdir berbicara lain untuk menyatukan kita kembali, datanglah kemari di tempat dimana aku akan selalu menunggu dan menanti.

~

Terima kasih kepada saudara Alam Lukman, teman dari curhat.com yang sudah memberi ide dari kutipan dan gambarnya yang luar biasa menginspirasi.

Kamis, 22 September 2016

Dilema

Pertentangan Nurani dan Logika


Ketika malam semakin kelam, ditengah langit yang sedari lama menghitam, di satu sudut ruang gelap mencekam, terjadi pertengan antara otak dan hati. Kepada logika diri berkata bahwa dia takkan pernah kembali. Kepada nurani diri berbisik bahwa dia masih layak untuk terus dinanti. Sekali lagi pertempuran badar dalam diri selalu saja berkecamuk tanpa henti, sedang cinta untuknya selalu ada dalam diam menjadi sebuah dilema.

Inilah hatiku yang kadang sekuat baja, kadang serapuh kaca. Kadang ingin setegar karang di lautan, kadang selemah rating di pepohonan. Kadang ingin setenang air di tengah danau, kadang seperti air di tengah dedaunan. Kadang ingin sehening malam, kadang bising seperti di tengah siang. Inilah hatiku yang kadang bertekad untuk tetap bertahan dan terus berjuang, walau harus kuhadapi berbagai rintangan. Meski nyatanya, ketika keadaan tak seperti yang kubayangkan, hatiku kembali merapuh bagai dihantam badai dan nampak tak lagi sekuat batu yang ditejang ombak besar.

Inilah hatiku yang terkadang kali muncul keinginan untuk melangkah ke depan dengan sempat pula bertekad untuk melupakan, namun nyatanya selalu gagal. Ketika muncul rindu di tengah yang menghadang, saat bayangnya seringkali melintas dalam ingatan. Aku kembali mencari tau tentang dia dan keadaannya yang memang sulit terlepas dari kebiasaan. Dan nyatanya aku tak beranjak melangkah dari titik awal dan tetap diam berputar.

Inilah hatiku yang mudah merasa bahagia, mudah pula merasa terluka, dan kadangkala keduanya datang bersama. Disanalah semua berawal rasa saling beradu. Ada rindu, ada pula cemburu. Ada sayang, ada pula dendam. Ada cinta, ada pula luka. Ada impian, ada pula kenangan. Pertentangan yang selalu terjadi antara nurani dan logika yang menghasilkan sebuah dilema.

Adakah hal lain yang patut diperjuangkan selain isi perasaan?

IG : @kupanahatimu.

Selasa, 20 September 2016

Kopi Hitam

Filosofi Cinta si Kopi Hitam


Kau tahu apa itu minuman kopi? Pernah engkau menikmati kopi? Bagaimana rasanya? Apakah kau mengerti kenikmatan dari secangkir kopi? Pernah engkau menangis karena ingatan secangkir kopi nikmat yang kau habiskan? Bagaimana dengan filosofinya? Sehitam kopi segelap perasaan, ada rasa manis sebelum pahit terasakan. Beberapa cangkir kopi dalam sehari mungkin sering aku habiskan, dan rasanya tetaplah sama. Manis diawal, lalu pahit dipenghabisan. Seperti sebuah kisah seseorang yang dibuat jatuh cinta lalu ditinggal begitu saja.

Pecinta kopi tahu pasti bahwa ada nikmat dari pahit yang bisa diresapi. Bak hati yang tidak bisa selalu berbicara jujur dengan nurani, seperti rasa kopi yang terkadang manis seperti jatuh cinta, sehangat temu rindu, sepanas rasa cemburu, dan sepahit jalan perpisahan kita. Dan mereka tahu pasti dari aroma yang khas dan  rasanya yang tegas, sebuah cerita luka terdalam berawal dari dia yang kau rasa pantas namun kemudian pergi tak berbekas. Hanya bersisa kenangan rasa yang tak terbalas. Seperti rasa pahitnya kopi malam ini, takkan lebih pahit lagi dari hati yang mencintai dengan pasti namun gagal untuk bertahan memiliki.

Tapi kau tahu? Kau sudah bagaikan kafein dalam kopiku. Cinta dan hadirmu sudah menjadi candu, yang mampu membuatku gila jika terlalu lama kita tak temu. Meski aku tahu keberadaanmu tak baik bagi kesehatanku, karena sesungguhnya secara perlahan itu merusakku, tapi apalah dayaku? Tanpa hadirmu akan terasa beda nikmat dalam secangkir kopi dan perasan cinta pada setiap hariku. Itulah salah satu alasanku dengan mudah berucap I love You padamu meski kau beri lara selalu.


Malam ini sengaja kusediakan dua cangkir kopi diatas meja. Satu untuk mataku yang masih ingin terjaga, lalu satu untuk mengenangimu yang kini telah tiada. Dan kau tahu kenapa akhir ini mataku susah tidur berkepanjangan? Bukan karena kopi yang selalu kuteguk di waktu malam, melainkan karena terlalu banyak rindu yang menolak untuk dipejamkan. Hal itu yang membuat rasa kopiku menjadi lebih pahit dari biasanya, seperti kita yang pura-pura tidak saling cinta karena sudah terlalu sering dibuat kecewa.

Ada kalanya kita rindu akan hadirnya rasa. Hal itu terjadi karena suatu hal yang biasa kini telah jadi berbeda. Tapi jika datang rindu dan tak tahu apa yang harus dituju, dengan batang-batang yang mengabu, justru membawa aku semakin dalam jauh memikirkanmu. Sejak itu aku putuskan tak lagi sediakan kopi dengan gula. Karena aku jadi kian tak tertarik dengan pemanis untuk sesuatu yang ditakdirkan pahit. Karena seringkali jalinan kasih sayang yang kusajikan bersama pemanis buatan selalu kau pahitkan, hingga sampai saat dimana kau jadikan semua ini kenangan. Ya, seperti rasa kepergian yang mengepul bersama aroma kopi malam ini, hangat dipermukaan, getir diperasaan.


Paginya kembali aku terjaga dengan mata dan hati yang sama. Masih aku tak bisa beranjak pergi. Karena itu aku seduh kembali secangkir kopi sembari melihatmu bermain hati. Kau tahu? Rasanya kali ini manis, seperti aku yang sabar menunggu kepastian cinta selanjutnya yang manis darimu. Tapi lama-kelamaan menjadi dingin, seperti dua hati yang menunggu cinta namun tak kunjung tiba. Lalu hambar, seperti hati yang yang tulus mencintai dan menunggu namun diabaikan begitu saja. Selanjutnya terasakan pahit dalam cangkir ini, seperti dua orang yang terlambat dipertemukan lalu perlahan saling melupakan karena sakitnya pengkhianatan.

Tentang cinta dan hati, terlalu singkat bila kita bahas ceritakan disini. Bagaimana kalau kita bicarakan sambil ngopi-ngopi? Becanda. Yah begitulah kepergian cinta, memang menginggalkan luka rasa yang lama nyata. Tapi kau harus tetap mampu terus berdiri, dan awalilah harimu dengan menyeduh secangkir kopi. Karena kau tahu hal itu jauh lebih berarti, daripada hadirnya kini, yang tak lebih dari hanyalah sebuah ilusi. Jangan kau tumpahkan semua rasa sia-sia, karena hati seperti cangkir kopi, lalu cinta adalah air kopinya. Kadar cintamu yang begitu banyak tak akan layak dan muat untuk mereka yang berhati terlalu sempit.

Jika kau sudah muak dibuat kecewa saat jatuh cinta, itu tak mengapa. Coba atur waktumu, kita nikmati kopi berdua, saling bertukar canda dan tawa denganku, lalu kita membangun cinta.
Santailah bila kali ini kau belum ada waktu mengopi denganku. Sama seperti kesempatan untuk dicinta, masih banyak kesempatan lain kita ngopi bersama di lain waktu. Entah hanya berdua bersamaku atau bersama beberapa orang baru yang nanti kita ajak dan temu. Begitupun dengan cinta, masih bisa kembali dengan orang yang sama atau bertemu dengan orang yang baru.

~

Thanks to inisial_y at IG : @khoekcuih yang dari kutipan-kutipan beliau saya bisa terinspirasi menuliskan arsip ini.

Jumat, 16 September 2016

Risau


Aku risau pada hujan panjang yang datang tidak pada langitnya. Sebab ada tanah merah yang tak kunjung siap kembali basah. Pikirnya segala sesuatu tentulah datang dengan sebuah tanda pisah. Seperti aku kini, risau pada seseorang yang datang tidak pada waktunya. Sebab ada hati yang tak kunjung siap kembali merasa. Pikirnya seseorang tentulah datang dengan sebuah tanda kecewa.

Aku mendesau, melihat bangau yang mengepakkan sayapnya dan mengagetkan ikan di tengah tenangnya danau. Seperti aku yang mendesau pada senyum di wajahmu yang mengagetkanku pada tenangnya lamunan payau. Lalu kuikutkan sebuah tanya padanya, "Batinku, bisakah engkau datang ketika keadaan sudah arif menerimaku?" Sungguh tak semestinya matamu yang alum datang pada kelopak mataku yang kosong terusir masa lalu. Karena keadaan ini sungguh belum tepat waktu.

Aku berpikir, awalnya engkau hanya sekedar hadir ketika perasanku masih lembab diremas nadir, dan tak pernah menerka segala yang sumir, namun ini mungkin bisa menjadi takdir. Seperti aku yang tak pernah habis pikir, mengapa engkau selalu hadir kepada diriku ketika merasa ternyinyir dan tersingkir? Walau hanya dengan senyummu yang bersambung dengan sapamu, itu cukup mampu menenangkanku barang sekejap. Sayang, bibirku masih ragu untuk membuka kata. Selalu saja aku membisu, hingga akhirnya kau 'pun berlalu.

Dan diantara doa-doa terhantarkan, wajahmu terangkum pada luas tanganku, menjelma ketakutan pada kenangan. Seperti kisah-kisahku yang telah lalu, aku tak ingin mengulang pada kegagalan, karena hatiku belum cukup sampai pada kesiapan. Lalu ruas jemari menari-nari tayangkan hari-hari yang telah kulewati sebelum ini, yang terlewatkan. Kembali berharap lagi bahwa kisah pilu takkan terulang lagi.  Padahal masih ada do'a yang masih terpanjat entah berujung kemana dan pada siapa.


Ada harapan yang mesti dirawat, disiram dengan do'a hangat, agar ia tumbuh merambat dengan sehat dan cepat. Membesar mengikuti pagar yang dengan sabar menjaga dari desah dan hela nafas yang panjang. Begitulah pohon merambat mengajarkanku melihat alirah darah yang menyempit di bulat wajahmu. Mengajariku untuk diam dan kuat melihatmu tumbuh, hanya sesekali memaksamu untuk menuju jalur tumbuh yang lurus agar kau tinggi dan tidak mudah roboh. Dan selalu ada sebagai teman bersandar ketika angin badai datang meniupmu kencang.

Seperti ombak dan riak hanya ingin bergerak, tanpa peduli pada perahu yang kita arak, dan layar dibentangkan angin kepada siapa yang layak. Seperti itu pula aku hanyut dalam kuasamu. Lalu angin yang dingin itu membekukan banyaknya ingin. Seperti burung pelikan hitam berkepakkan, dia datang untuk mengarahkan. Kemana sebaiknya perahu risau ini menuju.

Tak semestinya pada kesepian aku kalah, lalu jatuh dalam gelisah, sebab kenangan tak akan jatuh pada pelupuk mata yang salah. Dan tak semestinya aku sakit pada masa lalu yang bangkit, sebab ingatan tak akan jatuh pada diri yang dignit(y). Ingatlah bahwa tanah tak pernah bisa mengelak kemana kaki melangkah, sebab perjalan telah memberikan banyak hadiah. Seperti bahwa hidup kita yang tak pernah bisa mengelak pada takdir, sebab perjalanan kita telah lama terukir. Cukuplah berbaik sangka kepada Sang Maha Baik nan Sang Maha Pengatur, pastilah  pada kebaikan engkau diberi dan diatur 'kan.

Kamis, 08 September 2016

Secerca Cerita Rindu


Di satu malam saat turun hujan, angin dingin rindu menerpa halus pada ragaku menembus hingga kalbu. Mengingatku akan sosokmu yang dulu selalu menghangatkan malamku, lewat canda tawa obrolan ringan denganmu. Dingin malam menjadi temanku saat itu, yang bahkan secangkir kopi tak mampu menahan rasaku. Rindu, aku rindu akan dirimu, aku rindu berbincang denganmu, dan aku sangat rindu bermanja denganmu. Rindu semua tentang kamu, tentang apa kita bersama dulu.

Ah~ tapi aku sadar semua itu hanya rasa egois kesepian yang telah menjajah jauh ke dalam hatiku, terbawa suasana sepi nan haru. Karena memang hujan selalu membawa kembali ingatan sedih yang telah lalu, membawa kembali ingatan tentang apa yang telah pergi dariku, membawa pergi hal yang baiku bagiku, membawa kenangan tentang kamu, tentang apa yang telah kita lewati, tentang apa yang telah kita saling beri, tentang dulu lagi, lagi, dan lagi.

Seperti senja yang tak pernah pamit kepada siang ketika malam menjelang, seperti bunga yang tak pernah pamit kepada daun ketika ia harus mekar, seperti ombak menerjang karang yang tak pernah pamit kepada lautan ketika harus terjadi pasang, seperti itu saja, tiba-tiba datang, tiba-tiba hilang, tapi selalu ada. Lalu diam-diam, dalam tiba-tiba yang entah disengaja atau tidak, semua menjadi  terasa menyenangkan, sehingga waktu terasa tak pernah ada dalam huruf-huruf atau kata-kata yang kupilih ketika terjadi dialog dalam gambaran-gambaran kenangan bisu itu, tentang merindu.


Teramat banyak makna, teramat singkat cerita, hingga teramat banyak cinta yang dulu kita siram bersama sampai kini layu di taman bunga itu ketika terjadi kisah pisah dulu. Sayang, kadang datang hujan rindu yang menghidupi kembali tanah kering yang seharusnya sudah mati, memberi arti kembali pada sesuatu yang seharusnya telah pergi, tak mungkin akan kembali lagi. Namun anehnya tak lagi membawa lara hati, tak lagi membawa harapan pada mimpi kita lagi, tak membawa rasa itu kembali seperti dulu lagi. Hanya rindu tentang hal yang ingin dirindu bukan tentang dirinya dan mu, sekali lagi hanya tentang merindu.

Teruntukmu gadis yang dulu bertemu denganku enam tahun yang lalu, pernahkah engkau tahu bahwa pernah ada disaat lelapmu, kupandang indah wajahmu seraya aku berdo'a pada Rab-ku, agar aku selalu melihat senyuman terpasang diwajahmu, tak terlepas lagi, dan hanya sedikit kulihat air mata terjatuh pada pipimu, tak lagi terjatuh karena bodoh dan salahku. Adakah laki-laki lain yang tulus selain aku dan ayahmu yang memintakan hal itu? Tak ikhlas rasanya menyerahkanmu pada laki-laki lain yang kau cintai tapi tak mencintaimu melebihiku.

Tentang rinduku padamu yang tak lagi mampu bersatu, aku telah beranjak melangkah melupakanmu. Bukan karena rasaku yang dulu padam untukmu, bukan karena aku telah mendapat sosok penggantimu, dan bukan karena menyerah akan takdir berpisah denganmu. Itu semua karena aku tahu kau tak lagi berharap padaku, tak lagi ingin aku berada dalam masa depanmu, dan tak ingin lagi menatap masa depan bermasa denganku. Melangkah pergi adalah yang terbaik saat ini, esok dan seterusnya. Untukmu masa laluku yang pernah bermekar dan kini layu, tetaplah tenang disana, di dalam ingatanku. Semoga bahagia menjemputmu~

Kata Semanis Syukur


Mencintaimu dalam diam bagaikan harus memeluk duri, semakin aku mencintaimu maka duri itu akan semakin menampakkan rasa sakit pada diri ini. Aku takut, diri lupa pada siapa memintamu hadir di duniaku lalu menjadikan posisimu yang memiliki posisi tersendiri dalam hatiku. Kini, sebaiknya aku menghapus rasa ini walau tak semudah orang-orang berkata "ikhlas" kepadaku. Ikhlas yang tak memiliki definisi yang jelas namun identik dengan tujuan untuk melupakan. Melupakanmu jauh lebih baik daripada melupakan Tuhanku dan siapa yang membuatku hidup.

Kebodohanku pernah terkesima denganmu yang membolehkan rasa ini tumbuh terselip rapat dalam hatiku, hingga angan harapan bahkan janji bersemai begitu saja karena terasa begitu indahnya. Kadang semuanya menjadi tentang dirimu, namamu menjadi yang pertama di dalam hati. Ya, dulu kita sebut itu cinta yang semestinya tak aku ada. Kesalahanku percaya begitu saja pada manisnya tuturmu tersurat janji yang kau bilang pasti, tak kau tak tepati. Khilafku mengizinkanmu mengisi penuh ruang hati serta fikiranku dengan sejuta bayang tentangmu, lagi-lagi kita sebut itu cinta yang pernah bersemi sekarang mati. Sukmaku retak remuk berkeping.

Ketidak warasaanku pada masalah perkara yang kuhadapi tak lagi mampu berpikir jernih. Tenggelam dalam lautan emosi dan hancur dalam gelombang napsu, kalah oleh keegoisan diri sendiri. Perlahan tapi pasti sesak dalam dada semakin menguat, bahkan menusuk jantung, membekap nafas, hingga tak mampu lagi menelan makanan. Rusak dari dalam tanpa bekas, tanpa luka, namun mematikan. Manusia lemah terpuruk oleh keadaan, tak mampu bertahan.



Jika mencintaimu memberiku rasa sakit dan menambah dosa, mungkin aku akan melangkah 'tuk menjauh darimu. Cinta tak bisa mengubah manusia, tapi manusia bisa  berubah karena cinta. Seketika malam dalam lamunan, saat do'a aku panjatkan, diri tersadar bahwa cinta adalah perlawanan, dimana jika aku tak mampu menghalalkan lebih baik meninggalkan. Karenanya cinta yang baiklah yang harus aku cari dan dengan cara yang benar.

Mungkin dari luar aku terlihat kuat seperti baja, namun jauh di dalam aku tetaplah kaca. Tapi bersama Tuhan dengan lantunan do'a aku berevolusi menjadi manusia luar biasa. Dengan sigap 'ku tata kembali kepingan hati dengan lantunan rajutan sepertiga malam, kupinta hati tak lagi dijatuhkan pada yang pandai mematahkan, disatukan dengan yang sama-sama memantaskan, bertemu pada kedamaian, hingga 'ku tersadar aku telah jauh melewati rambu agama-Mu. Perlahan kepingan itu kembali menyatu karena aku mulai lapang dengan ketetapan-Nya, berdamai dengan keputusan-Nya. Lebih baik aku mengikhlaskan rasa yang belum tentu akhirnya seperti apa dan bagaimana.

Janji kita belum selayaknya hadir, kecuali telah terpatri dengan akad yang sah. Namun tak 'ku pungkiri bahwa sosokmu pernah menjadi tentang yang terindah dalam hidupku. Ya, itu masa laluku dan kini aku hidup dimasa sekarang jauh dari masa itu. Semua khilaf dan ketidak warasaaanku telah aku bayar dengan hijrahku dan pembuktian. Karena datang dan pergimu meyadarkanku untuk kembali membaca rambu-rambu ajaran-Nya, tentang apa-apa yang belum seharusnya kuhadirkan. Yang kuyakini kini adalah sesuatu yang telah ditakdirkan untukku maka akan selamanya menjadi milikku, hanya masalah waktu untuk mau menunggu.

Aku sudahi untuk mengeluh karena bisa jadi jutaan manusia menginginkan hidup yang aku keluhkan. Cobaanku tidak lebih berat dari para pendahuluku, tak seringan perkiraan orang tentangku, namun yang pasti Tuhan tahu aku mampu. Kelak kau akan mengetahui bahwa tegar hati lebih sulit daripada kuat fisik. Selepas ini, tak ada kata semanis syukur karena pergimu telah ku gantikan dengan dengan hadir-Nya kembali yang kini semakin erat terasa. Juga kata terima kasihku teruntukmu, karena melaluimu kutemukan hidayah ini yang DIA amanahkan untukku. Semoga dapat  kujaga~